“Kata-kata adalah kekuatan paling hebat yang tersedia bagi umat manusia. Kita dapat memilih untuk menggunakan kekuatan ini secara konstruktif dengan kata-kata penyemangat, atau secara destruktif menggunakan kata-kata putus asa. Kata-kata memiliki energi dan kekuatan dengan kemampuan untuk membantu, menyembuhkan, menghalangi, melukai, menyakiti, mempermalukan dan merendahkan hati.”
Mengingat kekuatan kata-kata yang kita ucapkan, kita hendaknya mendisiplinkan diri kita sendiri untuk berbicara atas cara yang menunjukkan rasa hormat, kelembutan dan kerendahan hati. Salah satu tanda paling jelas dari moralitas adalah berbicara secara benar. Berbicara secara sempurna adalah satu dari dasar-dasar pribadi yang matang. Sebelum berbicara, ambilah beberapa saat untuk merenungkan apa yang akan anda katakan dan bagaimana anda akan mengatakannya; sambil mempertimbangkan akibat yang akan dihasilkan pada para pendengar. Berbaik hatilah kepada semua orang dan ucapkan kata-kata yang memberi inspirasi, antusiasme, dan dorongan untuk semua. Kata-kata yang baik dan manis selalu menjadi musik indah di telinga para pendengarnya.
Banyak orang terdorong untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, atau kesan yang mereka miliki. Mereka terbiasa secara acak mengeluarkan isi pikiran mereka tanpa memperhatikan arti penting dari yang mereka katakan. Ketika kita berbicara tentang hal-hal sepele seperti ngegossip tentang orang lain, perhatian kita terbuang percuma pada hal-hal sepele.
Saat kita berbicara hendaklah kita berbicara dengan penuh perhatian, dengan cara yang meneguhkan kedamaian dan belarasa dalam karakter kita. Tidak hanya perkataan kita penting, tetapi juga nada yang kita gunakan memiliki pengaruh yang besar. Ada aturan tertentu yang harus memandu komunikasi kita dengan orang lain. Katakanlah selalu kebenaran, hindari melebih-lebihkan, konsisten dengan apa yang Anda katakan, jangan gunakan standar ganda dalam menyapa orang, jangan menggunakan kata-kata Anda untuk memanipulasi orang lain, dan yang terpenting jangan menggunakan kata-kata untuk menghina atau meremehkan siapa pun.
Thich Nhat Hanh, seorang biksu kontemporer, pekerja perdamaian global dan penulis, dalam bukunya, Being Peace mengatakan bahwa kita “perlu berbicara jujur dalam setiap negosiasi antar individu atau kelompok. Mengatakan kebenaran dengan cara yang penuh kasih juga perlu. ” Hahn mendorong agar kita hanya menggunakan “kata-kata yang penuh kasih” bahkan ketika kita mengkomunikasikan perbedaan dan ketidaksepakatan kita. Kita harus jujur; kita harus mendisiplinkan diri kita sendiri untuk berbicara dengan cara yang menunjukkan rasa hormat, kelembutan, dan kerendahan hati.
Gary Chapman dalam bukunya, Love as a Way of Life menggunakan metafora yang jelas untuk kata-kata dengan ‘peluru atau benih’. Jika kita menggunakan kata-kata kita sebagai peluru dengan rasa superioritas dan kutukan, kita tidak akan dapat memulihkan hubungan menjadi cinta. Jika kita menggunakan perkataan kita sebagai benih dengan cita-rasa suportif dan niat baik yang tulus, kita dapat membangun kembali hubungan dengan cara yang positif dan meneguhkan hidup.
Ketika kita perlu berbicara terus terang tentang sesuatu yang sulit dengan orang lain, kita harus fokus pada percakapan dengan perhatian yang tajam dan tujuan yang jelas. Selama percakapan, kita harus mendengarkan dengan sabar, berbicara dengan bijaksana, dan mengatakan kebenaran sebagaimana kita memahaminya. Kita harus menyelaraskan kata-kata, nada dan intonasi suara, ekspresi mata, bahasa tubuh, dan tindakan kita dengan kesadaran batin kita dalam suatu pertukaran yang jujur. **