Hari ini kita rayakan Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah. Bacaan Injil mempertemukan kita dengan pribadi-pribadi yang luar biasa: Simeon, Hana, Maria, dan Yoseph.
Penantian umat terpilih akan Sang Juruselamat (Messias) hadir dalam pribadi Simeon dan Hana. Di sini, Injil Lukas berusaha menghadirkan pria dan wanita, yang sama-sama sangat merindukan keselamatan, masing-masing dengan caranya sendiri. Mereka ditantang untuk mengarahkan wajah mereka kepada Terang yang telah lama dijajikan dan yang dapat mengatasi kegelapan dosa manusia. Sementara sebagian besar orang sezaman tidak sadar, sisa-sisa Israel ini setia ada di sana untuk menyambut Tuhan yang mulia saat ia memasuki Bait Allah-Nya.
Mereka semua: Maria, ibu muda yang kesalehannya mengarahkannya kepada panggilan radikal keperawanan; suaminya, Yoseph, seorang yang baik dan lurus hati yang membiarkan diri dipanggil oleh Tuhan untuk suatu tugas yang mulia (Mat 1: 19 -20); Simeon yang benar dan saleh, yang karena pernyataan Roh Kudus menggemakan kembali harapan-harapan akan sang Juruselamat; Hana yang “tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa”, mewakili generasi yang hidupnya tidak terserap dalam kesementaraan hidup, tetapi hidup bagi “terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel,” (Luk 2: 32).
Merekalah sebenarnya pahlawan-pahlawan bangsanya, dan juga kita. Karena cara hidup mereka dan keterbukaan mereka terhadap dorongan Roh Kudus, mereka dapat memberi kesaksian bahwa “Anak itu” adalah yang dinanti-nantikan oleh Israel dan oleh seluruh umat manusia. Walau Ia datang bukan dalam kemuliaan, tetapi dengan menjadi sama dengan kita, anak-anak darah dan daging (Ibr 2: 14), dan dengan menderita karena “menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan,” (Luk 2: 34).
Ada beberapa hal yang dapat kita renungkan hari ini. Yang pertama, soal perspektif hidup kita. Mari kita bertanya, apa yang benar-benar penting bagi anda? Pekerjaan anda? Relasi? Keluarga? Kesenangan? Sukses? Uang? Teman-teman? Kedudukan? Jabatan? Kebanggaan? Ketenaran? Seorang Kristen tidak dapat hidup untuk hal-hal itu saja! Seorang Kristiani harus menjadi saksi akan makna hidup yang sejati dan di mana makna hidup itu dapat ditemukan: dalam Dia yang bagi banyak orang menjadi tanda perbantahan dan batu sandungan. Bagi masing-masing dari kita, hal yang terpenting haruslah keselamatan kekal, baik bagi diri kita sendiri, bagi orang-orang yang kita kasihi, dan bagi seluruh umat manusia.
Kedua, seorang murid tidak lebih besar daripada Gurunya. Jika Tuhan dan Guru kita menjadi “tanda perbantahan” maka hidup kita, jika kita konsekuen mengikuti-Nya, pasti akan menjadi “tanda perbantahan”. Apakah kita siap untuk itu? Apakah kita berani melawan arus?
Bacaan hari ini: Mal. 3:1-4 atau Ibr. 2:14-18; Mzm. 24:7,8,9,10; Luk. 2:22-40 (Luk. 2:22-32).