Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya, dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar. ” (Luk 9: 46 – 48)
Siapakah yang terbesar? Yang paling kuat, yang paling populer, atau yang paling kaya? Dunia mengajarkan bahwa yang paling kuat adalah yang punya kuasa dan dan mampu memaksa pihak lain. Orang berlomba-lomba berusaha agar dapat menggunakan kekuatan fisik, ekonomi dan sosial agar segalanya berjalan sesuai dengan yang ia inginkan. Itu bisa terjadi di mana saja. Di sekolah anak-anak mengintimidasi yang lain, di rumah yang satu berusaha menekan yang lain untuk menjadi yang lebih dominan, di perusahaan, dalam hubungan antar negara, bahkan dalam Gereja.
Setiap orang memiliki keinginan untuk menjadi besar. Tetapi, apa makna dari kebesaran yang sejati? Di mana letak kebesaran yang sejati? Yesus menunjukkan bahwa kebesaran itu terletak pada ketikdaberdayaan anak kecil. “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.” Mengapa seorang anak kecil? Seorang anak kecil tidak memiliki derajat, pangkat, kekayaan, prestasi yang kita kejar-kejar agar kita menjadi besar. Bukankah semuanya itu justru membuat kita bersaing dan iri hati satu terhadap yang lainnya?
Tanpa kita sadari, kita justru mencari hal-hal yang memisahkan kita satu sama lain. Tetapi jika kita menerima kemiskinan, kesepian, rasa tidak aman yang ada dalam diri kita masing-masing, maka kita akan menemukan landasan yang cukup untuk persatuan. Ketika kita mencari kekuasaan, kekuatan dan kontrol, kita tidak dapat mendengarkan satu sama lain. Bila kita benar-benar mendengarkan, kita akan menemukan kesamaan yang kita miliki – seorang anak kecil di kedalam hati kita.
Anak-anak mempunyai kapasitas yang fantastis untuk berkomunikasi, bahkan tanpa bahasa yang sama pun dapat berkomunikasi, cepat melupakan pertentangan dan dapat dengan cepat mengampuni. Mereka belum memiliki kekayaan, kekuasaan, prestise, citra atau peran yang harus dipertahankan atau bahkan memperbudak mereka. Kita pun bisa menjadi seperti anak-anak kecil itu, tanpa harus menjadi kekanak-kanakan.
St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, orang kudus kita hari ini, memberikan teladan bahwa bahwa kesucian hidup dapat dicapai oleh siapa saja, bukan dengan menjadi besar, tetapi dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cintakasih yang murni kepada Tuhan.
Selamat Pesta St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus. Selamat memasuki bulan Rosario. Selamat melayani mereka yang terkecil.
Bacaan hari ini: Ayb. 1:6-22; Mzm. 17:1,2-3,6-7; Luk. 9:46-50. atau : Yes. 66:10-14b atau 1Kor. 12:31-13:13; Mat. 18:1-4.