Sabda Hidup
Rabu, 8 Desember 2021, Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa
Bacaan: Kej. 3:9-15,20; Mzm. 98:1,2-3ab,3bc-4; Ef. 1:3-6,11-12; Luk. 1:26-38.
Senandung Maria dalam Magnificat, “segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,” (Luk 1: 48) terpenuhi ketika Gereja mengumumkan empat dogma tentang Maria: Dogma Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, Dogma Santa Perawan Maria Selalu Perawan, Dogma Maria Bunda Allah, dan Dogma Maria Diangkat ke Surga. Dogma Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa didasarkan pada tradisi dan teologi. Dogma ini diumumkan 8 Desember 1854 oleh Paus Pius IX dalam Konstitusi Apostolik Ineffabilis Deus.
Katekismus Gereja Katolik No. 491 mengatakan: “Dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria, “dipenuhi dengan rahmat” oleh Allah (Luk 1:28), sudah ditebus sejak ia dikandung. Dan itu diakui oleh dogma “Maria Dikandung tanpa Noda Dosa”, yang diumumkan pada tahun 1854 oleh Paus Pius IX: “… bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal” (DS 2803). Itu berarti bahwa kesucian asali, keadaan tak berdosa dan keadilan dianugerahkan kepadanya, dan bahwa dia dibebaskan dari semua akibat jahat dari dosa asal, tidak termasuk kesedihan, rasa sakit, penyakit dan kematian yang merupakan hukuman sementara yang diberikan kepada Adam.
Dogma Maria Dikandung Tanpa Dosa berasal dari Tradisi Kristiani yang amat tua. Para rahib di biara-biara Palestina mulai merayakan Pesta Konsepsi Santa Perawan Maria sejak akhir abad ke-7. Pesta itu kemudian tersebar sebagai Pesta Maria Dikandung tanpa Dosa di Italia pada abad ke-9, di Inggris pada abad ke-11 dan di Perancis pada abad ke-12. Paus Leo VI menyebarkan perayaan ini dan Paus Sixtus IV menetapkannya sebagai Pesta. Akhirnya, pada tahun 1854, Paus Pius IX menetapkan bahwa Maria Dikandung Tanpa Dosa sebagai dogma iman. Maria sendiri menyatakan pada tahun 1858 dengan mengatakan kepada St. Bernadette di Lourdes, “Akulah yang dikandung dengan suci dan tak bernoda.”
Lalu apakah kata Kitab Suci? Allah menyucikan Nabi Yeremia sejak dalam kandungan ibunya, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau,” (Yer 1: 5). Allah juga mengurapi Yohanes Pembaptis dengan Roh Kudus sebelum ia lahir. Itu nampak dari kata-kata Elizabeth, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? 1:44 Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan,” (Luk 1: 43 – 44). Dengan demikian wajarlah apabila Allah menjaga ibunda dari Putera-Nya sejak semula bebas dari dosa.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar sapaan Malaikat kepada Maria: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Salam itu berarti bahwa ia tak pernah tersentuh oleh dosa dan kejahatan. Kitab Kejadian seperti kita dengar dalam bacaan pertama mengatakan: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya,” (Kej 3: 15). Perempuan itu adalah Maria, dan janji itu tidak akan terjadi jika Maria mempunyai dosa asal.
Jika kita dapat memilih ibu kita masing-masing, tentu kita akan memilih seorang ibu yang paling cantik, paling sehat, paling baik, paling suci, pokoknya yang terbaik. Demikian juga Tuhan. Tuhan yang Mahakudus tak dapat dilahirkan oleh seorang perempuan yang tercemar dosa. “Deus potuit, decuit, fecit. Allah dapat melakukannya; Dia menganggap itu pantas dan dengan demikian Dia melakukannya!” (Don Scotus).
Setiap ibu tentu menghendaki agar anak-anaknya mewarisi kebaikannya. Demikian juga Ibunda Surgawi kita menginginkan kita semua anak-anaknya kudus dan murni. Mari kita hormati dia dengan menghidupi keutamaan-keutamaan iman dan ketaatannya. Mari kita tanggapi karunia Allah dengan menggunakannya untuk berbuat baik bagi sesama.