Di sebuah gereja, ada sebuah papan kecil untuk menulis refren Mazmur Tanggapan, agar umat bisa menjawab dengan baik, setiap kali mengikuti Misa. Suatu hari refren Mazmur Tanggapan berbunyi: “Tuhanlah gembalaku, tak’kan kekurangan aku.” Sebelum misa, seorang misdinar diminta menulis refren itu di papan. Waktu ia menuliskannya, huruf-hurufnya terlalu besar sehingga papan itu tidak cukup. Maka ia melapor kepada Pastor bahwa papannya tidak cukup untuk menulis refren mazmur tanggapan. Pastor menjawab: “Kalau begitu, tulis saja “Tuhanlah Gembalaku”, itu saja cukup.” Ketika misa berlangsung, sesudah bacaan pertama, lektor membaca mazmur tanggapan, pastor terkejut karena umat menjawab: “Tuhanlah gembalaku. Itu saja cukup!” Rupanya, misdinar tadi salah menafsirkan perintah pastor. Ia menulis di papan: “Tuhanlah gembalaku. Itu saja cukup!” Sebuah kesalahan dalam menulis, tapi menggelitik.
Siapakah atau apakah yang “menggembalakan” saya? Uang? Kuasa? Ambisi? Kesenangan? Sopi? TV? Gadget?
Apakah benar-benar Tuhanlah gembalaku? Dan itu saja cukup?
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku,” (Yoh 10: 27).
Apakah saya mendengarkan Dia?