Sabda Hidup
Sabtu, 3 September 2022, Peringatan St. Gregorius Agung, Paus
Bacaan: 1Kor. 4:6b-15; Mzm. 145:17-18,19-20,21; Luk. 6:1-5,
Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
(Luk 6: 1 – 5)
Tuhan menciptakan alam semesta dalam enam hari dan pada hari ketujuh ia istirahat. “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu,” (Kej 2: 2 – 3). Dengan demikian hari Sabat sebagai hari istirahat diinstitusikan secara ilahi.
Untuk menghormati hari Sabat, Para pemimpin agama pada masa Yesus membuat daftar 39 macam pekerjaan yang tidak diperbolehkan pada hari itu. Maka ketika para murid “terciduk” memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya, para Farisi melihatnya sebagai pelanggaran hukum Sabat. Para murid dapat dipandang melanggar 5 aturan hari Sabat: memetik bulir gandum dapat dianggap “memanen”, menggisar dengan tangan dapat dianggap “menggiling”, meniup sekamnya dianggap “menampi”, memegang bulir-bulir gandum itu dapat dianggap “membawa beban” dan “mempersiapkan makan”. Semua pekerjaan yang tidak diperbolehkan di hari Sabbath. Hadeuuuh…. Lebay! Complicated!
Apa sebenarnya maksud perintah untuk menghormati hari Sabat? Istirahat pada hari Sabat pertama-tama dimaksudkan untuk mengenang dan merayakan kebaikan Allah dan karya-karya-Nya baik dalam penciptaan maupun dalam penebusan. Itu dimaksudkan untuk berhenti sejenak dari pekerjaan sehari-hari dan beristirahat agar mendapat kesegaran.
Untuk membela para murid Yesus menekankan bahwa kebutuhan manusiawi [keselamatan manusia] jauh melebihi tradisi atau ritual. Dengan mengutip Kitab Suci Yesus mengingatkan mereka akan apa yang dilakukan oleh Daud dan orang-orangnya. Ketika mereka kelaparan, mereka memakan roti persembahan yang secara hukum hanya boleh dimakan oleh para imam (1 Sam 21:1-6; bdk Im 24: 5. 9). Menutup argumen-Nya Yesus mengatakan, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
Sekalipun orang Farisi menuduh bahwa Yesus dan murid-murid-Nya telah melanggar hari Sabat, pada kenyataannya yang dilanggar hanyalah penafsiran ekstrem mereka mengenai Sabat itu. Yesus menyatakan bahwa penghormatak terhadap Sabat tidak boleh merosot menjadi suatu bentuk ritual keagamaan yang harus dipelihara dengan mengorbankan kebutuhan penting manusia. Kristus adalah Tuhan atas hari Sabat (Luk 6:5); Sabat harus digunakan agar kita dapat berhenti sejenak dari pekerjaan sehari-hari serta usaha mencari keuntungan material dan berbalik kepada Allah sebagai suatu pengakuan bahwa Dialah Tuhan atas segenap kehidupan ini. Tambahan pula, kata-kata dan tindakan Yesus pada perikope selanjutnya mengajar kita bahwa Hari Tuhan itu harus menjadi suatu kesempatan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan, baik secara rohani maupun secara jasmani.
Kita pun menetapkan salah satu hari dalam satu pekan sebagai hari Tuhan. Kepada kita juga diperintahkan “Kuduskanlah hari Tuhan”. Bagaimana kita menghormati hari Tuhan? Apakah kita selalu mengutamakan kebaikan sesama dalam segala situasi? Apakah ibadah kita berbanding lurus dengan kasih kita kepada sesama? “Aku menghendaki belas kasihan dan bukan pesembahan,” sabda Yesus.
“We make Idols of our concepts, but Wisdom is born of wonder” kata St. Gregorius. Konsep, pemikiran, pandangan diri sendiri [seperti yang dipegang oleh para Farisi] dapat menjadi berhala. Kebijaksanaan lahir dari kekaguman, terutama kekaguman akan karya Allah, pengakuan bahwa segalanya adalah karya-Nya.