Sabda Hidup
Sabtu, 22 Januari 2022, Sabtu Pekan Biasa 2
Bacaan: 2Sam. 1:1-4,11-12,19,23-27; Mzm. 80:2-3,5-7; Mrk. 3:20-21.
Andaikan salah satu anak anda mengatakan kepada anda bahwa ia ingin pergi ke suatu daerah yang miskin untuk melakukan tugas misi, dan membantu orang-orang di sana meningkatkan taraf hidup mereka dan membagikan cinta Yesus kepada mereka, apa yang akan menjadi reaksi anda?
Apapun reaksi anda, mungkin anda akan bertanya-tanya. Tidak dapatkah kamu melakukan sesuatu yang kurang lebih normal seperti orang-orang yang lain? Coba lihat orang-orang yang mengejar karier, mengejar keberhasilan (materi). Lalu apa yang akan diperoleh dengan semua itu? Bagaimana masa depanmu? Apa yang akan orang bilang?
Barangkali itu juga yang dipikirkan oleh kerabat Yesus. Mengapa tidak mencari kehidupan yang lebih jelas sebagai tukang kayu saja? Mengapa Ia memilih orang-orang seperti itu untuk menyertai Dia? Mengapa Ia selalu melawan otoritas agama? Mengapa justru menjadi pengkotbah miskin seperti itu? Jangan-jangan Ia nanti akan dianggap pemberontak dan akan ditangkap oleh pemerintah. Mengapa tidak cari yang aman-aman saja….?
Sahabat-sahabat, mengikuti Yesus tentu mengandung risiko. Barangkali kita harus membuang rasa aman luaran kita, harus tegar dengan pendirian dan ideal kita, harus berani melawan apa yang menjadi arus umum. Misalnya, dalam budaya korupsi, seorang wakil rakyat atau aparat yang jujur, cerdas dan mau berkorban adalah penyimpangan dan mengandung risiko. Di masyarakat yang malas, curang, tidak jujur, seorang yang serius, pekerja keras dan jujur akan dianggap “gila”.
Ketika Lucy Agnes, anak pemilik restoran Ayam Bulungan, keponakan Bos Djarum memutuskan untuk meninggalkan kekayaannya dan memilih bergabung dengan Kongregasi Misionaris Cinta Kasih yang diririkan oleh Ibu Teresa dari Calcutta mungkin dianggap “gila”.
Beranikah anda menjadi “orang-orang gila” seperti Yesus yang berbelas kasih kepada orang miskin dan berdosa, gila seperti Zakheus yang berani mengembalikan harta kekayaannya yang diperoleh dari kecurangannya, gila seperti St Paulus yang menyerukan keadilan dan kebenaran, gila seperti Ibu Teresa yang mengabdikan hidupnya untuk orang-orang terbuang?