Remah Harian

TETELESTAI

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Jumat 29 Maret 2024, Jumat Agung
Bacaan: Yes. 52:13 – 53:12Mzm. 31:2,6,12-13,15-16,17,25Ibr. 4:14-16; 5:7-9Yoh. 18:1 – 19:42.

(Yoh 19: 30)

Suatu ketika, dalam penggalian sebuah situs bersejarah ditemukan bekas kantor pemungut pajak dengan semua catatan yang masih utuh. Pada salah satu catatan, tertulis, “tetelestai,” yang berarti ‘dibayar penuh.’ Dalam kisah sengsara Jumat Agung, kata-kata terakhir Yesus adalah “Sudah selesai.” Dua kata dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam Bahasa Yunani itu hanya satu kata, “tetelestai.”

Yesus sering berbicara tentang pengampunan sebagai pelunasan hutang. Ketika Tuhan mengampuni kita, kita harus mengampuni sesama kita. Ini diungkapkan dalam Perumpamaan tentang Hamba yang Tidak tahu Mengampuni. Dia juga mengajar kita untuk berdoa, “Et dimitte nobis debita nostra, sicut et nos dimittimus debitoribus nostris, yang berarti “Ampunilah “hutang” kami, seperti kami pun mengampuni mereka yang “berhutang” kepada kami,” yang secara sederhana berarti: “Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.”

Bagaimana kita, menanggapi pengampunan Yesus ini? Yesus tidak pernah berjanji: “Aku akan mengampuni dosa-dosamu,” juga tidak dikatakan dengan syarat: ‘Aku akan mengampunimu jika … “Apa yang akan anda lakukan, jika setelah begitu cemas tentang bagaimana Anda harus membayar hutang anda, tiba-tiba seseorang mendekati Anda dan memberi tahu Anda, “Jangan khawatir saya telah membayar lunas seluruh hutang Anda”? Reaksi paling alami Anda mungkin tidak percaya! Mungkin hanya setelah beberapa waktu ketika semuanya telah dikonfirmasi bahwa itu nyata dan benar adanya baru kemudian Anda akan mengungkapkan rasa terima kasih Anda.

Apa reaksi anda saat memandang salib Yesus? Tidak percaya bahwa Ia telah menebus Anda? Tidak percaya bahwa Ia telah membayar lunas hutang-hutang dosa Anda? Ketika kita memandang salib, kita hanya dapat berkata: “Amin, jadilah itu!” Kita mesti belajar untuk bersyukur kepada-Nya sepanjang hidup kita. Tidak bisakah itu menjadi alasan mengapa kita pergi ke Gereja setiap hari Minggu dan berpartisipasi dalam Ekaristi yang berarti ‘Ucapan Syukur’? Tidakkah kasih dan pengampunan-Nya yang tanpa syarat itu menjadi inspirasi bagi kita untuk berbuat baik dan memberi hidup kepada orang lain dalam kehidupan kita sehari-hari?

Hari ini, ketika kita menatap salib dan merenungkan pemberian diri-Nya yang tanpa pamrih dari Yesus dalam membayar lunas hutang kita yang tak terukur, mari kita ungkapkan rasa syukur kita secara mendalam kepada-Nya. Marilah kita berdoa agar kita juga menjadi alat cinta dan belas kasih-Nya, agar kita dapat memberi harapan kepada mereka yang putus asa dengan membawa mereka cahaya Kristus.

Yesus Kristus telah menebus kita. Ia telah menebus kita dengan darah-Nya. Dengan nyawa-Nya. Ia pernah berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” St. Paulus dalam pengakuan imannya menyatakan: “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai Kitab Suci” (1 Kor 15:3). Dalam arti tertentu kematian Kristus menggenapi ramalan nabi Yesaya tentang hamba yang menderita (Yes 15:7-8). Sesungguhnya Yesus sendiri telah menjelaskan makna hidup dan kematian-Nya dalam cahaya rencana Tuhan pada hamba yang menderita, “sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28).

Yesus mati untuk kepentingan kita. Hal ini ditegaskan melalui surat pertama St. Petrus yang menyatakan: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat,” (1 Ptr 1:18-20). Dosa manusia telah dimatikan melalui kematian. Dengan mengutus anak-Nya dalam rupa seorang hamba, dan seperti manusia pada umumnya kecuali dalam hal dosa, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Kor 5:21).

Penyerahan diri Yesus kepada Allah telah mempersatukan kita kembali dengan Allah. Telah terjadi rekonsiliasi antara kita dengan Allah dengan kematian Yesus disalib waktu Ia berseru mewakili kita sebagai pendosa: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Daku”. Dengan memberikan anak-Nya untuk dosa-dosa kita, Tuhan mengungkapkan rencana-Nya kepada kita yang dicintai-Nya: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita,” (1 Yoh 4:10). “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa,” (Rm 5:8).

Apa tanggapan kita terhadap cinta Yesus yang rela mempertaruhkan nyawa ini? Salah satu tanggapan yang pasti berkenan kepada Tuhan ialah kalau kita dapat meneladani semangat-Nya yaitu senantiasa dapat “menebus” sesama kita, terlebih sesama kita yang tak berdaya, yang menderita, yang tersingkirkan dalam hidup ini.

Diceriterakan bahwa ada seorang relawan katolik yang suka membantu anak-anak jalanan yang dalam kesulitan. Anak-anak jalanan, yang kebanyakan adalah anak-anak muslim atau bahkan tak jelas agamanya, sangat akrab dengannya. Karena namanya terlalu panjang, yaitu Yeremias Edwin Susanto Uli Siregar, maka anak-anak memanggil dia YESUS saja!

Author

Write A Comment