Sabda Hidup
Selasa, 20 September 2022, Peringatan St. Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Ha Sang
Bacaan: Ams. 21:1-6,10-13; Mzm. 119:1,27,30,34,35,44; Luk. 8:19-21
“Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: “Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.” Tetapi Ia menjawab mereka: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”
Luk 8: 19 – 21
Pernyataan langsung Yesus dalam episode Injil hari ini nampak bagi kita seakan-akan Yesus mengabaikan permintaan ibu dan kerabat dekat-Nya yang telah menempuh jarak berpuluh-puluh kilometer, mungkin dengan berjalan kaki, untuk bertemu dan berbicara dengan-Nya. Tetapi semua di antara mereka yang hadir di situ tahu bagaimana Yesus mengasihi ibu-Nya yang telah mengasuh dan membesarkan-Nya sampai Ia memulai pelayanan publik-Nya. Selain itu, jawaban sederhana Yesus, ” Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya,” memang merupakan pujian bagi ibu-Nya yang selalu mendengarkan firman Tuhan dan menaatinya. Itu juga menolak, tanpa menyebutkan mereka, semua klaim yang mungkin dibuat oleh kerabat-Nya, yang akan mengganggu Misi Mesianik-Nya. Dengan kata lain, Yesus menyatakan, “Berbahagialah mereka yang mendengar dan menuruti firman Allah seperti yang dilakukan Maria dengan setia” (Vatikan II, Lumen Gentium, 58).
Yesus juga menggunakan kesempatan itu untuk mengajar para pendengar-Nya suatu pelajaran baru tentang hubungan mereka dengan Tuhan. Menjadi murid Yesus, atau seorang Kristen, berarti pertama-tama dan terutama memiliki hubungan kasih dan kesatuan yang mendalam, hubungan yang bertumbuh dan personal dengan Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, dan dengan semua yang menjadi milik Allah sebagai anak-anak-Nya. Yesus mengubah tatanan relasi dan menunjukkan kepada kita bahwa kekerabatan sejati bukan hanya soal darah dan daging. Anugerah Allah yang penuh kasih kepada kita adalah pengangkatan kita sebagai putra dan putri-Nya. Anugerah ini memungkinkan kita untuk mengenali semua yang menjadi milik Kristus sebagai saudara dan saudari kita. Pengangkatan kita sebagai putra dan putri Allah mengubah semua hubungan kita dan membutuhkan tatanan baru yaitu menempatkan kesetiaan mutlak kepada Allah dan Kerajaan-Nya di tempat pertama. Setiap orang yang melakukannya kehendak Bapa, siapa saja yang menaati-Nya, adalah saudara dan saudari Kristus, karena ia menjadi seperti Yesus yang selalu taat kepada kehendak Bapa-Nya.
Sahabat-sahabat, marilah kita ingat bahwa melalui Pembaptisan kita telah menjadi anak-anak Allah, saudara-saudari Yesus dan anggota keluarga Surgawi dari Allah Tritunggal. Oleh karena itu, kita memiliki kewajiban ganda untuk memperlakukan orang lain dengan cinta dan hormat dan untuk berbagi cinta kita dengan mereka melalui karya belas kasih jasmani dan rohani.
Marilah kita bertumbuh sebagai murid Yesus yang sejati dengan menjadi pendengar sekaligus pelaku firman Tuhan.
Orang Kudus Kita Hari ini
Santo Andreas Kim Taegon adalah seorang Imam dan Santo Paulus Chong Hasang adalah seorang awam. Kedua martir ini mewakil orang-orang Katolik yang mati karena iman mereka di Korea. Mereka dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada saat kunjungannya di Korea pada tahun 1984.
Kekristenan dibawa ke Korea oleh orang awam pada abad ke-17. Orang beriman diam-diam berkembang dan bertumbuh, memupuk iman mereka dengan Sabda Allah. Para Imam Misionaris dari Perancis tiba di Korea dan memperkenalkan umat Korea kehidupan suci. Pasang surut pada abad ke-19 Iman kristiani diserang oleh pemerintahan Korea. Sebanyak 103 orang Katolik Korea dibunuh antara 1839 dan 1867. Sepuluh anggota Serikat Misi Asing Paris pun menjadi martir: 3 Uskup dan 7 Imam. Dengan ini, jumlah total martir adalah 113 orang.
Santo Andreas Kim Taegon dan Santo Paulus Chong Hasang mewakili Orang Katolik Korea yang pemberani dengan membayar kasih Kristus dengan nyawa mereka. Santo Andreas Kim Taegon, imam Korea pertama, mati sebagai martir pada 16 September 1846, hanya selang setahun setelah ia ditahbiskan. Ayah Andreas juga mati sebagai martir pada tahun 1821. Santo Paulus Chong Hasang seorang Katekis awam. Ia mati sebagai martir pada 22 September 1846.
Gereja terus bertumbuh pesat di Korea. Karunia iman diteriman dan dipupuk karena pengorbanan para martir membukan jalan.
Setiap martir mewartakan sebuah pelajaran tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ketika kita merenungkan kematian seorang martir, kita mendengarkan sebuah pesan. Semoga para martir Korea menolong kita mengasihi Yesus dan Gereja-nya seperti mereka.