“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” (Mrk 3: 28 – 29).
Tidak mendapat ampun selamanya? Waduh….! Menakutkan….
Kata-kata Yesus yang menakutkan ini merujuk pada dosa menolak anugerah Allah; itu adalah penolakan terhadap tawaran keselamatan dari Allah – penolakan penuh atas tindakan, undangan tanpa henti, dan peringatan Roh Kudus. Kehendak seseorang yang melakukan dosa ini begitu keras sehingga ia tidak menginginkan kemurahan Tuhan, dan ia menolak kebaikan-Nya.
Dosa terhadap Roh Kudus dengan demikian “tidak mendapat ampun” justru karena orang itu sendirilah yang mencegah Allah mengampuni dia. Ketika Allah memberikan kebebasan kepada manusia, maka ada risiko bahwa manusia dengan tegas menolak untuk diampuni.
Paus Santo Pius X mengajarkan bahwa ada enam unsur dosa melawan Roh Kudus:
1. Keputusasaan akan keselamatan. Inilah saat seseorang kehilangan harapan akan keselamatan, menilai bahwa kehidupan kekalnya sudah hilang dan bahwa ia dikutuk, bahkan sebelum Penghakiman. Itu berarti menilai rahmat ilahi sebagai hal yang kecil. Itu berarti tidak percaya pada keadilan dan kuasa Tuhan.
2. Merasa diri sempurna. Dia percaya keselamatannya dijamin oleh apa yang telah dia lakukan.
3. Menyangkal kebenaran yang diakui oleh Magisterium Gereja. Ketika seseorang tidak menerima kebenaran (dogma) iman, bahkan setelah penjelasan doktrinal yang lengkap, itu adalah dosa bidaah. Dia menganggap pemahaman pribadinya lebih besar daripada Gereja dan ajaran Roh Kudus yang membantu Magisterium suci.
4. Iri hati terhadap rahmat yang diberikan Tuhan kepada orang lain. Iri hati adalah ketidakpuasan karena orang lain memperoleh sesuatu yang baik, bahkan jika Anda sendiri sudah memilikinya atau bisa mendapatkannya suatu saat nanti. Itu adalah tindakan tidak menginginkan apa yang baik untuk sesama. Dengan dosa ini, seseorang menjadikan dirinya hakim bagi dunia. Ia memberontak melawan Kehendak Ilahi. Ia memberontak melawan hukum cinta untuk sesama.
5. Ketegaran dalam dosa. Yakni keinginan kuat untuk tetap melakukan hal yang salah bahkan setelah menerima terang dan bantuan Roh Kudus. Ini adalah ketika seseorang menciptakan kriteria sendiri untuk penilaian etis dan dengan cara ini memisahkan dirinya dari kehendak Tuhan dan menolak keselamatan.
6. Impenitensi akhir, yakni hasil dari seluruh kehidupan menolak Tuhan. Inilah saat seseorang tetap melakukan kesalahan sampai akhir. Itu sama dengan mempersembahkan diri sendiri kepada musuh Kristus. Bahkan pada saat kematian, orang seperti itu menolak untuk mendekati Bapa dengan rendah hati. Dia tidak membuka diri terhadap undangan Roh Kudus.
Selamat pagi. Mari mendekat pada Tuhan yang mahabelas-kasih.
Bacaan hari ini: Ibr. 9: 15,24-28; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4,5-6; Mrk. 3:22-30