Sabda Hidup
Rabu, 24 Agustus 2022, Pesta St. Bartolomeus Rasul
Bacaan: Why. 21:9b-14; Mzm. 145:10-11,12-13ab,17-18; Yoh. 1:45-51.
Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!”
(Yoh 1: 47)
Hari ini kita rayakan Pesta St. Bartolomeus, satu dari 12 Rasul Yesus. “Bar” berarti “anak dari”. Bartolomeus berarti “anak dari Tolmay”. Injil synoptik menyebut nama Bartolomeus. Sedangkan Injil Yohanes menyebut Nathanael. Diyakini bahwa Bartolomeus adalah orang yang sama dengan yang disebut dalam Yoh 1: 45 – 51. Namanya muncul dalam daftar keduabelas rasul (Mk 3:16-19; Mat 10:2-4; Lk 6:14-16) dan dalam Kis 1: 13. Dalam Injil Synoptik, ia selalu disebut bersama dengan Filipus. Demikian juga dalam Injil Yohanes. Nama Nathanael (Natan-el) berarti “Allah telah memberi” atau “diberikan oleh Allah”. Menurut tradisi, Ia mewartakan Injil sampai di India dan Armenia dan wafat sebagai martir dengan dikuliti hidup-hidup di Albanopolis, pantai barat laut Kaspia.
Ia menerima pujian yang indah dari Putera Allah sendiri. “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (Yoh 1: 47). Yesus sendiri melihat kejujuran dan ketulusan serta integritasnya. Sang Hamba Allah yang menurut nabi Yesaya “tipu tidak ada dalam mulutnya” (Yes 53: 9), melihat seorang yang dipuji dalam Mazmur 32: 2: “yang tidak berjiwa penipu!” Apakah kita juga “transparan” di hadapan-Nya dan sesama? Atau kita penuh kepalsuan?
St. Bartolomeus juga menampilkan dua sikap ideal bagi seorang yang mencari kebenaran. Ia kritis, tetapi juga berpikiran terbuka. Ia bersikap kritis ketika Filipus mengatakan kepadanya bahwa ia telah bertemu dengan Mesias. “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1: 46) katanya kepada Filipus. Tetapi ia juga berpikiran terbuka ketika Filipus mengajaknya: “Mari dan lihatlah!”. Jujur, kritis, tetapi pikiran terbuka, sikap-sikap terbaik bagi siapa saja dalam mencari kebenaran.
Sebagai murid-murid Kristus, kita diharapkan menampilkan kesejatian diri. Dengan menjadi diri sendiri, dengan bersikap jujur dan setia, kita memancarkan jatidiri sebagai orang Kristen. Tentu lebih menyenangkan ketika kita bertemu dengan orang yang terus terang, jujur,
terbuka, polos, lugas, tulus, dan bersahaja; seorang yang dapat menerima dan menghargai nilai-nilai. Kejujuran dan integritas kita sebagai orang-orang Kristen akan berbicara lebih banyak dalam kesaksian hidup kita.
Semoga kita dapat seperti St. Bartolomeus, jujur, tulus, terbuka dan punya integritas. Transparan di hadapan Allah dan sesama.