Sabda Hidup
Sabtu, 1 Januari 2022, Hari Raya Maria Bunda Allah
Bacaan: Bil. 6:22-27; Mzm. 67:2-3,5,6,8; Gal. 4:4-7; Luk. 2:16-21.
“Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.”
(Luk 2: 19)
Liturgi 1 Januari mencakup tiga tema yang saling terkait: Tahun Baru, Maria Bunda Allah dan Hari Doa Sedunia untuk Perdamaian.
Tahun Baru. Jika anda mengenang kembali, apa yang terjadi tadi malam, banyak dari kita menyambut pergantian tahun dengan ledakan dan dentuman. Meski tak semeriah tahun-tahun sebelumnya, tak terhitung kembang api yang meledak menghiasi langit untuk menyambut tahun yang baru. Di samping semua dentuman dan ledakan itu mari kita hening sejenak, bersyukur atas tahun yang baru dalam doa. Berdoa, merenungkan dan mengkontemplasikan misteri kasih Allah bagi kita masing-masing. Mari kita seperti Maria, “menyimpan segala perkara itu di dalam hati dan merenungkannya.”
Injil hari ini juga mengatakan bahwa bayi yang dilahirkan Maria itu diberi nama “Yesus”. Yesus, artinya Allah adalah keselamatan. Kedatangan-Nya ke dunia adalah untuk membawa keselamatan. Satu-satunya pribadi kepada siapa kita mempercayakan diri di awal tahun yang baru ini adalah Yesus, keselamatan kita.
Maria, Bunda Allah. 1 Januari dipilih untuk merayakan Hari Raya Maria Bunda Allah. Kiranya itu adalah hal yang sesuai. Sesuai untuk mengawali hari yang baru, di tahun yang baru. Pesta ini juga menggemakan Maria Bunda Allah yang juga adalah Bunda kita. Ini juga menggemakan kembali bagi kita, “melalui Maria, kita menuju Yesus.” Menggemakan rencana keselamatan Allah melalui Maria.
Meskipun tidak semua orang Kristen menerima bahwa Maria adalah Bunda Allah, kita orang Katolik percaya demikian. Kita mendasarkan iman kita pada dogma ini atas kata-kata St. Elizabeth. Ketika Santa Perawan Maria mengunjungi Elizabeth setelah malaikat menampakkan diri kepadanya dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menjadi Ibu Yesus, Elizabeth berkata, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” ( Luk 1:43). Melalui Elizabeth yang penuh dengan Roh Kudus, Maria diakui sebagai Bunda Allah.
Pada tahun 431 M, Konsili Efesus menegaskan bahwa Maria benar-benar Bunda Allah karena ‘menurut daging’ dia melahirkan Yesus, yang benar-benar Allah sejak saat pertama Ia dikandung. Kata-kata yang mereka gunakan untuk menegaskan kebenaran ini adalah:
“Kami mengakui, bahwa, Tuhan kita Yesus Kristus, Putra Tunggal Allah, Allah yang sempurna dan manusia sempurna dari jiwa dan tubuh yang rasional, diperanakkan sebelum segala masa dari Bapa dalam Ketuhanan-Nya, sama pada hari-hari terakhir, bagi kita dan untuk keselamatan kita, terlahir dari Perawan Maria, sesuai dengan kemanusiaan-Nya, konsubstansial yang satu dan sama dengan Bapa di dalam Ketuhanan dan konsubstansial dengan kita dalam kemanusiaan, agar kesatuan dua kodrat berlangsung. Oleh karena itu, kita mengakui satu Kristus, satu Anak, satu Tuhan. Menurut pemahaman tentang persatuan ini, kita mengakui Perawan Suci untuk menjadi Bunda Allah karena Allah, Sang Sabda itu, menjadi daging dan menjadi Manusia saat Ia dikandung, mempersatukan diri-Nya dengan Bait Suci tempat Ia bersemayam.”
Dua puluh tahun kemudian, pada tahun 451 M dalam Konsili Chalcedon, ditegaskan bahwa Keibuan Maria adalah dogma yang benar dan doktrin resmi Gereja Katolik Suci. Konsili tersebut mendasarkan pengasan itu pada kebenaran bahwa, ‘kelahiran menurut daging mengungkapkan kodrat manusia; (sementara itu) kelahiran dari perawan adalah bukti Keallahan-Nya. “
Hari Doa Sedunia untuk Perdamaian. Banyak dari kita memasuki Tahun Baru ini dengan kecemasan. Ada ketidakpastian yang terus berlanjut mengenai perdamaian dunia dan masih ada ancaman terorisme yang semakin meningkat. Ada banyak ketidakpastian dalam kehidupan pribadi kita. Masalah keuangan, masalah kesehatan khususnya pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai, masalah perkawinan dan kekhawatiran lainnya membayangi kehidupan kita.
Perdamaian bukan hanya tidak adanya perang dan konflik. Ini menunjukkan kepenuhan anugerah dan berkah Tuhan dan ketenangan hati manusia. St. Agustinus memiliki definisi damai yang indah. Menurutnya, damai berarti, “ketenangan pikiran, kesederhanaan hati dan ketenangan jiwa.” Kita menderita kehilangan ketenangan pikiran saat kita membesar-besarkan ketakutan kita, saat kita terlalu khawatir. Seseorang pernah mengatakan bahwa 80 persen dari hal yang kita khawatirkan tidak akan pernah terjadi dan 15 persen dari kemalangan yang kita khawatirkan tidak berlangsung seserius seperti yang dibayangkan. Dan karena kita resah dan sangat khawatir, kita gagal mencapai kedamaian pikiran.
Kita kehilangan kesederhanaan hati jika membiarkan emosi kita menjadi liar. Kita marah, kita iri dan lainnya. Pikiran negatif lebih menguasai kita. Kesederhanaan hati juga berarti rasa syukur. Kita harus menyederhanakan keinginan dan kebutuhan kita – bersyukur dengan yang kita miliki, bukan mengejar yang sebenarnya tidak kita butuhkan atau tidak perlu.
Semoga Tahun Baru menjadi Tahun penuh harapan untuk kita semua. Dan mari kita ingat kata-kata Perawan Maria saat ia menampakkan diri di Guadalupe, Meksiko: “Aku ada di sini, aku adalah ibumu. Jangan takut aku ada di dekatmu! “