Sabda Hidup
Senin 22 Februari 2021, Pesta Tahta St. Petrus
“Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”
(Mat 16: 15 – 16)
Hari ini kita merayakan Pesta Tahta Santo Petrus. Pesta Tahta Santo Petrus di Roma telah dirayakan sejak awal era Kekristenan pada tanggal 18 Januari, memperingati hari ketika Santo Petrus untuk pertama kalinya melayani di Roma. Menurut tradisi, Ia berada di Roma selama 25 tahun di Roma. Ia mulai berkarya di Antiokhia mungkin dalam tiga tahun setelah Kenaikan Yesus, sebab dia akan pergi ke Roma pada tahun kedua Claudius. Petrus meninggalkan Yerusalem saat penganiayaan yang antara lain menyebabkan kematian St Stefanus (Kisah Para Rasul 8: 1) dan tetap berada di Antiokhia sampai dia terbebas secara ajaib dari penjara dan dari tangan Herodes Agripa di Yerusalem pada tahun 43 (Kisah Para Rasul 12). Tahu bahwa dia akan dikejar ke Antiokhia, maka dia pergi ke Roma.
Pesta Tahta Santo Petrus di Antiokhia, memperingati pendirian tahta itu di Antiokhia, juga telah dirayakan di Roma, pada tanggal 22 Februari. St Yohanes Krisostomus mengatakan bahwa Santo Petrus ada di sana untuk waktu yang lama; Santo Gregorius Agung mengatakan bahwa dia menjadi Uskup Antiokhia selama tujuh tahun. Dia tidak tinggal di sana setiap saat namun mengatur aktivitas kerasulannya dengan bijaksana (Butler’s Lives of the Saints).
Sudah sejak lama orang memahami bahwa Tahta St. Petrus berarti tahta Paus, simbol otoritas pemerintahan seluruh Gereja. Pesta ini tidak berfokus pada tahta itu sendiri, namun pada peran unik Santo Petrus di Gereja, peran yang dilanjutkan oleh para penerusnya, para paus. Setiap paus, sepanjang sejarah, dipercayakan dengan otoritas yang diberikan kepada Petrus; setiap Paus secara simbolis duduk di tahta Petrus.
Bacaan Injil pada Pesta Tahta St. Petrus hari ini menampilkan kepada kita pengakuan iman Petrus kepada Yesus mengenai identitas-Nya. Pengakuan itu sekaligus merupakan komitmen Petrus. Tapi komitmen itu begitu dangkal. Bisa dikatakan komitmen dari bibir saja. Dia berkata kepada Tuhan: “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup,” (Mat 16: 16). Tetapi sedih mengatakan bahwa ia tidak mengerti mengapa Yesus, Mesias, harus menderita. Itulah sebabnya di ayat berikutnya (Mat 16: 20) Yesus menghardiknya dengan sebutan “Iblis”. Yesus melihat pemahamannya sebagai penghalang bagi rencana Allah.
Akan tetapi yang mengagumkan dari pribadi Petrus adalah komitmennya setelah Yesus bangkit, walau ia banyak kali jatuh selama ia bersama-sama dengan Yesus: dia ragu-ragu (Mat 14:28); Dia terlalu percaya diri (Mrk 14: 27-31); dia tertidur (Mrk 14:37); dia reaktif dan impulsif hingga memutuskan telinga hamba imam agung (Yoh 18:10); ketika Yesus memikul salib, ia hanya mengikuti dari jauh (Luk 22:54); dia duduk dengan orang-orang yang menyalibkan Yesus (Luk 22:55); dia menyangkal Yesus (Luk 22: 57-62).
Namun setelah kejatuhannya itu Yesus menegakkannya kembali: Yesus berdoa untuknya (Luk 22:32, 61); ia sendiri menangisi kejatuhannya dan bertobat (Luk 22: 61-62); dia mendengar bahwa Yesus bangkit dan bergegas ke makam (Yoh 20: 1-4); dia menerima pesan dari Tuhan (Mrk 16: 7); Ia berjumpa secara pribadi dengan Tuhan yang bangkit (Luk 24:34); ia diteguhkan kembali untuk pelayanannya (Yoh 21: 15-17); dan ia dengan berani bersaksi bagi Kristus (Kis 3:14).
Tahta Petrus akhirnya adalah tahta kemartiran dan pelayanan serta kesetiaan yang tak terhingga untuk mengikuti Sang Guru sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup. Namun itu adalah suatu perjalanan pribadi yang panjang.
Sekali waktu Petrus memiliki kaki yang patuh saat Andreas membawanya kepada Yesus. Suatu malam di tengah Danau Galilea Petrus memiliki kaki yang basah karena dia berjalan di atas air. Kemudian kakinya dibasuh saat Yesus berlutut di depannya dan membasuh kakinya (Yoh 13). Dia mempunyai kaki yang mengembara saat dia menyangkal Tuhan. Tetapi di atas segalanya, dia memiliki kaki yang rela: “Betapa indahnya kaki mereka yang memberitakan Injil damai sejahtera!” (Rom 10:15).
Bacaan hari ini: 1Ptr. 5:1-4; Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6; Mat. 16:13-19.