Remah Harian

TAAT KEPADA ALLAH

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Selasa, 29 Desember 2020, Hari Kelima dalam Oktaf Natal

Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.

(Luk 2: 22 – 24)

Bacaan Injil hari ini juga merupakan bacaan pada Hari Raya Yesus Dipersembahkan di Bait Allah. Ada dua peristiwa yang dibuat oleh keluarga Yusuf dan Maria: pentahiran ibu, 40 hari setelah melahirkan (Im 12:1-8), dan persembahan/penebusan anak sulung (Kel 13:1-2,11-16). Persembahan yang diberikan itu sederhana yaitu  sepasang burung tekukur dan dua ekor anak burung merpati, tanpa domba (bdk Im 12:6-8).

Ada beberapa hal yang patut kita renungkan:

Pertama, ketaatan Yusuf sebagai kepala keluarga dan kesederhanaan keluarga Nazareth menjadi daya dorong bagi kita juga untuk menjadi pribadi yang taat kepada Allah.  Bagaimana itu kita wujudkan? Sejak dini, kita telah mengantar pribadi dalam keluarga untuk dekat dan mengenal Tuhan. Ketika orang tua taat dan hidup beriman keluarga terjamin, maka anak-anak kitapun akan tumbuh dalam iman. 

Hal sederhana yang kita lakukan sebagai orang tua dan keluarga adalah membangun kebiasaan hidup keluarga : pergi ke gereja setiap hari minggu dan hari raya,  pantang, pengakuan dosa, membaptiskan anak sejak diri, mengikutkan dalam komuni pertama ataupun krisma. Cara hidup beriman orang tua sangat berpengaruh terhadap cara hidup iman anak. Dan semuanya itu dimulai bukan ketika anak-anak lahir saja, tetapi jauh sebelum menikah, kebiasaan-kebiasaan iman ini harus sudah dibangun.

Kedua, hidup kita, keluarga, anak dan apa pun yang kita miliki adalah anugerah pemberian Allah kepada kita. Semua itu harus kita syukuri. Ungkapan syukur yang terbaik dan terindah adalah mempersembahkan kembali diri kita, keluarga dan anak-anak kita kepada Tuhan. Bukan berarti harus menjadi biarawan dan biarawati atau menjadi tenaga sosial gereja tetapi  membaktikan hidup kita bagi kemuliaan Tuhan melalui karya dan tugas kita sehari-hari. Karena seluruh hidup kita haruslah dipersembahkan bagi Allah. Apakah kita telah sungguh-sungguh membaktikan hidup bagi kemuliaan Tuhan? Apa yang telah kita lakukan?

Selain itu kita belajar memberi. Seperti Keluarga Nazareth memberikan persembahan, kita belajar “memberi”. Misalnya saja, sekarang ini anda diberi masing-masing uang 1 juta. Apa yang anda rasakan? Senang? Bahagia? Kalau anda diminta untuk memberi 1 juta, mau? Senang? Bahagia? Yang paling sering terjadi: pikir-pikir dulu…..  Sering kali kegembiraan kita itu pasif, tergantung pada orang lain.

Ketiga, dalam nubuat Simeon, dinyatakan Siapa Yesus: “Sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” Dialah sang Terang. Mengingatkan kita juga akan panggilan kita menjadi terang! Tetapi sekaligus juga menjadi perbantahan. “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan!” Siapkah menghidupi iman Katolik kita secara konsekuen, walau dengan resiko menjadi perbantahan?

“Inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya,” (1 Yoh 2: 3).

Bacaan Misa hari ini: 1Yoh. 2:3-11Mzm. 96:1-2a,2b-3,5b-6Luk. 2:22-35.

Author

Write A Comment