Sabda Hidup
Senin, 15 November 2021, Senin Pekan Biasa XXXIII
Bacaan: 1Mak. 1:10-15,41-43,54-57,62-64; Mzm. 119: 53, 61, 134, 150, 155, 158; Luk. 18:35-43.
Perikop Injil hari ini bertutur tentang seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis. Mungkin ia sudah sering mendengar ceritera-ceritera tentang Yesus, si pembuat mukjizat dan penyembuh itu. Tetapi ia percaya bahwa Yesus bukan sekadar seorang pembuat mukjizat dan penyembuh. Maka, ketika didengarnya bahwa orang yang lewat di dekatnya itu Yesus, ia berseru: “Yesus, anak Daud! Kasihanilah aku!”
Orang-orang yang ada di sekitarnya merasa terganggu. “Berisik!” hardik mereka. “Diam! Mengganggu!”
Tetapi semakin keras ia memohon: “Anak Daud! Kasihanilah aku!”
Anak Daud. Orang buta itu melihat jauh melebihi orang-orang sezamannya. Bahkan melebihi murid-murid Yesus sendiri. Dengan memanggil-Nya dengan gelar kehormatan “Anak Daud” ia menunjukkan imannya kepada Yesus. Dengan memanggil-Nya “anak Daud,” maka mereka juga telah mengakui-Nya sebagai Mesias, Sang Juruselamat.
Yesus mungkin terkejut si buta itu memanggil-Nya dengan sebutan itu. Ia menyuruh agar orang itu dibawa kepada-Nya. “Apa yang kaukehendaki Aku perbuat bagimu?” tanyanya. “Tuhan, supaya aku dapat melihat!” pintanya. Melihat iman orang buta itu, Yesus berkata: “Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Iman si buta membawa keselamatan. Imannya membawa pembebasan. Karena imannya, ia buta tetapi melihat. Ia melihat dengan mata imannya.
Permohonan si buta itu, hendaknya menjadi doa kita. “Tuhan, supaya aku dapat melihat!” Mengapa? Secara fisik kita melihat. Tetapi sering kali kita juga telah menjadi buta atas cara yang lain.
Kita mohon supaya dapat melihat apa dan ke mana?
Pertama, melihat ke atas – kepada Tuhan. Ingat, bahwa hidup kita ini pun bukan milik kita. Segala-galanya milik Allah. Maka, bersyukurlah apabila kita masih biperbolehkan untuk “menikmati” hidup.
Kedua, melihat ke dalam diri sendiri. Betapa kita ini adalah pendosa yang patut untuk dikasihani. Kita membutuhkan pengampunan, membutuhkan belas kasih Allah, membutuhkan penyembuhan, perlu pertobatan.
Ketiga, melihat sesama. Kita tidak hidup sendiri. Mari saling membantu, saling bahu-membahu, membangun dunia agar menjadi tempat yang lebih layak untuk dihuni.
“Tuhan, supaya aku dapat melihat!”