Konon, orang Kristen itu ada tiga macam. Yang pertama, seperti rakit. Mereka ini mengikuti Yesus ketika seseorang menarik atau mendorongnya. Kedua, seperti perahu layar. Mereka itu mengikuti Yesus ketika cuaca bagus. Ketika ada badai, maka terombang-ambinglah ia. Angin dan ombak akan mengarahkan dia. Yang ketiga seperti tugboat. Entah cuaca cerah ataupun badai, ia maju terus. Perlahan tetapi berjalan terus dan sesuai arah yang dituju.
Kedua rasul yang kita rayakan hari ini nampaknya seperti yang ketiga ini. Tidak menonjol, perlahan, tapi pasti dalam menjalankan misi sebagai rasul-rasul Kristus. Nama mereka jarang-jarang disebut, kecuali dalam daftar para rasul dalam Injil-injil Sinoptik (Mat 10: 2 – 4; Mrk 3:16-19 dan 14:3; Luk 6:14-16) dan Kisah Para Rasul (Kis 1:13).
Simon, selain dikenal sebagai saudara sepupu Yesus, juga dikenal sebagai saudara rasul Yakobus Muda dan Yudas (Mat, 13:55). Ia dijuluki ‘Si Zelot’, yang berarti ‘yang rajin’, ‘yang meluap semangatnya’ dalam mempelajari dan menaati Hukum Taurat Yahudi. Sebutan ini diberikan juga barangkali karena ia termasuk salah seorang penganut aliran Zelot (lih. Mrk 3:18 dst), yang ekstrem nasionalis. Bagi mereka, janji mesianis Perjanjian Lama bahwa orang-orang Yahudi akan menjadi bangsa yang bebas dan merdeka adalah harga mati. Tuhan sendiri adalah Raja mereka, dan pembayaran pajak kepada orang Romawi, yang adalah penjajah bangsa Yahudi, adalah penghujatan terhadap Tuhan. Tidak diragukan beberapa orang Zelot adalah pewaris semangat orang Makabe, yang membawa cita-cita agama dan kebebasan. Tapi banyak yang berperilaku seperti para teroris modern: menyerbu dan membunuh, menyerang orang asing dan orang Yahudi yang berkolaborasi dengan penjajah. Mereka terutama bertanggung jawab atas pemberontakan melawan Roma yang berakhir dengan penghancuran Yerusalem pada tahun 70 Masehi.
Kisah hidup Simon dan karyanya sebagai rasul sama sekali tidak dicantumkan di dalam Injil-injil. Kita mengetahui sedikit tentang dia dalam tradisi-tradisi kuno. Buku Menologi Santo Blasius menyebutkan bahwa Simon wafat dengan damai di Edessa, Irak. Dalam tradisi Barat yang tertera di dalam Liturgi Romawi disebutkan bahwa ia pernah mewartakan Injil di Mesir, kemudian bergabung dengan Yudas pergi ke Mesopotamia, dan dari sana mereka pergi sebagai misionaris ke negeri Persia, Iran hingga menemui ajalnya sebagai martir bersama Yudas. Tradisi lain menyebutkan bahwa setelah saudaranya Yakobus, Uskup Yerusalem, dibunuh, ia dipilih untuk menggantikan Yakobus. Ia memegang jabatan uskup pada tahun 62 hingga kematiannya sebagai martir ketika terjadi penganiayaan umat Kristen pada masa pemerintahan Kaisar Trayanus pada tahun 107.
Yudas yang disebut juga Tadeus yang berarti ‘yang berani’ adalah saudara rasul Yakobus Muda. Dalam Bahasa Inggris disebut “Jude” untuk membedakannya dari “Judas”. Tidak diketahui bagaimana dan kapan Yesus memanggilnya menjadi Rasul. Tradisi mengakui dia sebagai penulis Surat Yudas, yang berisi dorongan semangat dan peneguhan kepada umat Kristen yang berada dalam krisis moral pada masa itu. Namun banyak ahli menolak anggapan tersebut. Namanya dimunculkan dalam Injil Yohanes pada waktu Yesus mengadakan Perjamuan Terakhir. Dialah yang bertanya kepada Yesus: “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau menyatakan diriMu kepada kami; dan bukan kepada dunia?” Jawab Yesus: “Jika seseorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” (Yoh 14:22, 23)
Setelah kenaikan Yesus, tak ada cerita Kitab Suci tentang karya Yudas. Menurut tradisi, Yudas mewartakan Injil di Mesopotamia sebelum bergabung bersama Simon di Persia, di mana keduanya bersama-sama menemui ajal sebagai martir Kristus. Santo Yudas dihormati sebagai pelindung bagi orang-orang yang mengemban tugas-tugas yang sulit.
Mengenai kedua rasul ini, kita dihadapkan pada orang-orang yang informasinya sangat minim dan melalui mereka kita disadarkan bahwa kekudusan tidak bergantung pada kebajikan manusia, budaya, kepribadian, usaha, atau prestasi. Kekudusan adalah anugerah Tuhan. Anugerah yang sama juga disediakan bagi kita. Selain itu kita juga diingatkan bahwa tugas merasul itu kita laksanakan dalam keseharian yang biasa, tidak menonjol, tanpa kemegahan, tetapi harus maju terus, entah cuaca kehidupan baik atau tidak.
Bacaan Misa hari ini: Ef. 2:19-22; Mzm. 19:2-3,4-5; Luk. 6:12-19