St Matias, yang berarti pemberian Yahweh (Mattithiah), dipilih untuk menggantikan Yudas Iskariot. Ia dipilih karena ia juga murid Yesus dan menjadi saksi mata akan hidup, pelayanan dan kebangkitan Yesus. Kemungkina besar ia adalah salah satu dari 72 murid yang diutus Yesus untuk mewartakan Injil (Luk 10: 1 dst). Ia juga disebut dalam kanon Romawi (Doa Syukur Agung I). Menurut tradisi, setelah menerima Roh Kudus, ia tanpa lelah mewartakan Injil lebih dari 30 tahun di Yudera, Kapadokia, Mesir dan Ethiopia. Ia dikenang karena kotbahnya tentang perlunya matiraga dan menundukkan segala keinginan sensual dan keinginan-keinginan tak teratur. Ia wafat sebagai martir di Kolkhis (wilayah pantai Laut Hitam) di bagian barat Georgia pada tahun 80 Masehi. Kamartiran St. Mathias, seperti juga kemartiran para murid yang lain telah dikatakan sebelumnya oleh Yesus. Jadi kemartiran adalah kepastian bagi siapa saja yang ingin mengikuti Yesus.
Bagaimana Matias terhitung di antara para Rasul dikisahkan dalam bacaan pertama hari ini. St. Petrus memberikan dasar Kitab Suci: “Biarlah jabatannya diambil orang lain.” (Kis 1: 20). Itu berarti bahwa seseorang harus menggantikan tempat Yudas Iskariot yang mengkhianati Yesus. Namun pilihan itu bukan hanya berdasar pertimbangan pribadi Petrus sendiri. Maka ada dua orang yang dinominasikan: Yusuf yang disebut Barsabas dan yang juga bernama Yustus, dan Matias (Kis 1: 23).
Para murid pun kemudian berdoa: “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang, tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini” (Kis 1: 24). Tuhanlah yang memilih para rasul, bukan yang lain.
Dalam sebuah tim olah raga yang sedang bertanding, ada para pemain inti, ada juga para pemain cadangan. Maukah kita jadi pemain cadangan? Mungkin selama pertandingan kita hanya duduk di pinggir lapangan dan hanya dipanggil jika ada pemain yang cidera? Kalau anda hanya sebagai cadangan, apakah anda tetap bersungguh-sungguh?
Barangkali kita melihat St. Matias hanyalah sebagai pemain cadangan. Tetapi benarkah demikian? Ada beberapa point dapat kita renungkan di sini:
- Baik Barsabas maupun Matias setia menjadi pengikut Yesus, walaupun nama mereka tidak tercantum secara resmi sebagai dua belas murid pilihan. Mengapa mereka dapat jadi saksi? Karena telah setia menjadi pengikut. Mujijat-mujijat yang Yesus kerjakan, mereka lihat, pengajaran Yesus mereka dengar, Kebangkitan Yesus mereka lihat, kenaikan Yesus ke Surga mereka saksikan, bahkan saat menantikan turunnya Roh Kudus pun, mereka ikut menantikan. Kehadiran dalam setiap moment, adalah hal yang penting. Bahkan kriteria ini pun tidak dapat kita jumpai pada Rasul Paulus, Rasul yang besar itu. Guru yang baik adalah yang dahulu telah berhasil menjadi murid yang baik, seorang pemimpin mengawali karirnya dengan menjadi pengikut yang baik. Sudahkah kita menjadi pengikut Yesus yang baik? Apakah kedudukan menjadi sangat penting bagiku sehingga aku mengejarnya mati-maian?
- Betapa berharganya waktu-waktu yang telah mereka lalui bersama dengan Yesus, dan hal itu tidak dapat diulangi lagi. Sama seperi Yudas Iskariot membuang waktu berhaga itu, sebaliknya Matias dan Barsabas mengambil kesempatan emas ini. Betapa kesempatan bersama dengan Tuhan itu adalah waktu yang berharga. Khairos sering tak terulang lagi.
- Ada waktunya menjadi penonton, ada waktunya menjadi pemain. Tadinya Matias dan Barsabas bukanlah orang-orang yang masuk hitungan, tetapi ada saatnya Tuhan menghargai kesetiaan mereka. Dari dua orang ini Tuhan memilih Matias. Tetapi tidak ada catatan Alkitab yang menyatakan bahwa Barsabas mundur dalam mengikut Tuhan. Tidak terpilih secara de yure tetapi tetap mengikut Tuhan secara de fakto, bukan menjadi orang pilihan pertama tetapi memilih berkata Ya dan setia mengikuti-Nya. Jangan puas hanya jadi penonton, masuklah ke arena bermain, layani Tuhan dengan lebih sungguh! Apakah aku berperan serta dalam pelayanan secara tulus? Apa reaksiku ketika aku tidak diperhitungkan?
Bacaan hari ini: Kis. 1:15-17,20-26; Mzm. 113:1-2,3-4,5-6,7-8; Yoh. 15:9-17.