Kisah perjumpaan Yesus dengan rombongan yang mengusung anak laki-laki tunggal seorang janda di Nain yang meninggal sungguh menyentuh hati. “Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan…. Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (Luk 7: 13 – 14)
Yesus tergerak hati-Nya oleh belas kasih. Kata “belas kasih” (compassio dalam bahasa Latin atau compassion dalam bahasa Inggris) sebenarnya belum mencakup apa yang dirasakan oleh Yesus. Kata kerja bahasa Yunani “splagchnizomai” digunakan dalam Kitab Suci. Kata tersebut berasal dari kata “splagchnon” yang berarti usus, bagian bawah perut, isi perut atau hati, yang menunjuk pada bagian terdalam tubuh dari mana emosi yang sangat kuat timbul. Kata tersebut dengan demikian menunjuk pada gerakan atau impuls yang membuncah dari kedalaman, a gut reaction. Terjemahan “tergerak oleh belas kasih” sebenarnya belum mengungkapkan hal itu. Itu adalah sungguh-sungguh merupakan perasaan manusiawi Yesus. Banyak dari aktivitas dan pemikiran Yesus yang didasari compassio itu dan pengaruh-nya terhadap orang-orang sungguh tak terpikirkan.
Belas kasih adalah MENDERITA BERSAMA. Belas kasih itu menuntut kita untuk pergi ke tempat di mana penderitaan terjadi, untuk masuk ke tempat-tempat yang menyakitkan, untuk berbagi dalam kehancuran, ketakutan, kebingungan, dan kesedihan. Ini menantang kita untuk menderita bersama dengan mereka yang menderita, berkabung dengan mereka yang kesepian, menangis bersama mereka yang menangis. Itu menuntut kita untuk menjadi lemah dengan yang lemah, menjadi tidak berdaya bersama dengan yang tidak berdaya. Hal ini bukan mengulurkan tangan terhadap yang kurang beruntung dari posisi yang lebih tinggi; itu bukan menjangkau dari atas kepada mereka yang kurang beruntung di bawah; itu bukan sikap simpati, atau kasihan bagi mereka yang gagal merangkak ke atas. Sebaliknya, belas kasih berarti pergi langsung kepada/bersama orang-orang dan tempat-tempat di mana penderitaan paling akut dan “tinggal” di sana.
Kapan terakhir kali saya membantu sesama yang sungguh-sungguh membutuhkan uluran tangan? Berapa sering kah saya memilih untuk menghindar dan menolak untuk terlibat dalam kesulitan sesama? Kapan saya berlalu saja, tidak mau berhenti sejenak, menyentuh dengan belas kasih seseorang yang sungguh-sungguh perlu untuk dibangkitkan dari “mati”?
Semoga kehadiran kita hari ini di mana saja, menjadi tanda dan sarana compassio Tuhan.
Bacaan Misa hari ini: 1Kor. 12:12-14,27-31a; Mzm. 100:2,3,4,5; Luk. 7:11-17.