Sabda Hidup
Kamis, 4 Maret 2021, Kamis Pekan Prapaskah II
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.”
(Luk 16: 19 – 23)
Mengapa si kaya itu menderita di alam maut? Ia nampaknya bukan seorang atheis. Ia tahu Abraham. Saya yakin ia juga pernah bersyukur kepada Allah atas segala kelimpahan yang dialami dalam hidupnya. Ia tidak memukul, menendang, atau mengusir Lazarus yang berbaring dekat pintu rumahnya.
Ia menderita di alam maut bukan karena ia kaya dan berkelimpahan. Akan tetapi karena terlalu dingin terhadap kehidupan, terlalu dingin terhadap kesekitarannya. Ia menderita di alam maut karena, seperti kebanyakan dari kita, tidak berbuat apa-apa agar hidup Lazarus menjadi lebih baik; atau bahkan ia tidak peduli sama sekali dan menganggap Lazarus tidak ada. Ia gagal melihat melampaui dirinya sendiri dan keberadaannya di muka bumi ini. Ia tidak dapat melihat melampaui kekayaan materialnya. Ia gagal memandang Allah dan mendapatkan harta surgawi karena ia tenggelam dalam pencarian kesenangan dalam hal-hal material. Ia lebih mengabdi kekayaan daripada Allah. Dosanya adalah dosa kelalaian, yakni ia gagal melakukan sesuatu yang ia dapat dan harus lakukan. Itu bukan hanya karena tidak berbuat apa-apa, melainkan ia lalai untuk melakukan apa yang dapat dan harus dilakukan dalam suatu kondisi tertentu. Dalam hal ini kehadiran Lazarus seharusnya menjadi undangan untuk berbuat sesuatu.
Si kaya lupa sisi lain wajah Allah – Allah dalam sesama, dan utamanya dalam diri mereka yang kecil, miskin dan tersingkir. Ia lupa bahwa “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka”, (Yak 1: 27) selain juga dinyatakan dalam praktek-praktek kesalehan.
Masa prapaskah adalah waktu untuk meneliti kembali hidup kita, untuk melihat kembali perspektif hidup. Masa prapaskah adalah masa untuk mengalami kasih karunia Allah secara penuh melalui ulah tapa dan amal kasih, masa tobat dengan melakukan karya misioner-karitatif. Dengan berpantang kita membangun penguasaan diri sehingga tidak hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri tetapi juga meniru dan menjadi agen kemurahan hati Allah.
Siapakah Lazarus dalam hidup anda? Apa yang dapat anda lakukan baginya?
Bacaan Misa hari ini: Yer. 17:5-10; Mzm 1:1-2,3,4,6; Luk. 16:19-31.