Sabda Hidup
Minggu, 27 Maret 2022, Minggu Prapaskah IV Tahun C
Bacaan: Yos. 5:9a,10-12; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7; 2Kor. 5:17-21; Luk. 15:1-3,11-32.
“Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”
(Luk 15: 20)
Perumpamaan Injil hari ini (Luk 15: 11 – 32) dikenal dengan “Perumpamaan tentang anak yang hilang.” Namun sering juga dikenal sebagai “The Parable of the Prodigal Son”. Prodigal artinya adalah: boros, royal, meluap-luap, melimpah ruah. Ada juga yang menyebutnya perumpamaan tentang Bapa yang berbelaskasih, karena mengisahkan seorang Bapa yang sungguh melimpah ruah dalam belas kasih, ada yang menyebutnya perumpamaan tentang anak-anak yang hilang, sebab bukan hanya yang bungsu yang hilang, yang sulung pun mengasingkan adiknya, ada yang menyebutnya perumpamaan tentang anak yang bersungut-sungut.
Entah apapun judulnya, point penting yang mau ditampilkan adalah citra Allah: Allah yang penuh kasih; Allah yang melimpah ruah (royal/prodigal) dalam belaskasih. Salah satu gambaran yang sangat menyentuh adalah seorang Bapa yang tergopoh-gopoh lari menyambut anaknya yang hilang dan telah kembali. Bagi orang-orang masa Yesus, tidak mungkin seorang Bapa lari seperti itu. Seharusnya adalah orang-orang lain yang lari kepadanya, melayani atau lari untuk melaksanakan perintah-perintahnya. Bagi orang jaman Yesus, tergopoh-gopoh lari seperti Bapa itu sama dengan merendahkan diri, menanggalkan kehormatan dan martabatnya. Itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. Tetapi itulah gambaran Bapa kita yang maha berbelaskasih, maha pengampun.
Bagi kita pun mungkin sulit membayangkan, seorang Bapa yang tergopoh-gopoh menyambut anaknya yang kurang ajar (minta warisan ketika bapanya masih hidup itu kurang ajar!), lagipula sudah memboroskan segala-galanya dengan foya-foya dan hidup tak bermartabat!
Tetapi itulah Allah, Bapa kita. Masalahnya kita pun sering mempunyai gambaran Allah Bapa yang bermacam-macam:
- Allah itu pemarah, murka, keras, suka membalas. Ketika anak kecil nakal, kadang-kadang orang tua juga mengatakan: hayo, jangan nakal, nanti tete manis marah!
- Allah yang mudah sakit hati. Jika anak berlaku tidak baik dikatakan: hayo… jangan begitu, nanti menyakiti hati Tuhan!
- Tuhan yang cinta-Nya bersyarat. Jika anak tidak bertindak sesuai dengan keinginan orang tua, ia terancam kehilangan cinta Tuhan. Tuhan ditampilkan sebagai seseorang yang mencintai kita berdasarkan cara kita melakukan kewajiban kita.
- Tuhan itu seperti seorang polisi atau akuntan. Tuhan ditampilkan sibuk mengintai dan mencatat kebajikan.
- Tuhan itu pemarah dan penguji. Tuhan sering digambarkan sebagai orang yang suka pengorbanan, yang menuntut dari kita banyak penderitaan dan menghukum kita ketika kita menolak kehendak-Nya.
Dan masih banyak gambaran lainnya.
Tetapi Yesus mengajarkan bahwa Allah Bapa adalah Bapa yang mahabelas-kasih, Allah adalah kasih, yang mengasihi kita dengan segala kelebihan maupun kekuraangan kita. Apapun kondisi kita, siapapun diri kita, tetap dikasihi Bapa. Kasih tak bersyarat. Ia melimpah ruah dalam kasih. Dan semoga itu membuat kita bersukacita. Itulah nada Minggu Prapaskah ini yang juga disebut sebagai Minggu Bersukacita, Minggu Laetare. Seperti diserukan oleh antifon pembukaan hari ini:
“Bersukacitalah, hai Yerusalem, dan berhimpunlah, kamu semua yang mencintainya; bergembiralah dengan sukacita, hai kamu yang dulu berduka, agar kamu bersorak-sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu!” (Yes 66: 10 – 11).