Setiap tindakan Yesus bebas dan bermakna. Ia bangun dari meja, melepaskan jubahnya, Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu (Yoh 13: 4 – 5). Ia melakukan itu secara sadar.
Ada ahli-ahli Kitab Suci yang berpendapat bahwa budakpun tidak akan disuruh untuk membasuh kaki orang lain, misalnya seorang tamu. Budak akan membawa basi yang berisi air dengan kain, tetapi tamu itu sendirilah yang membasuh kakinya sendiri. Yesus yang adalah Anak Allah, Tuhan, merendahkan diri lebih rendah dari budak; Ia membasuh kaki para murid.
Namun Yesus bukan korban. Ia dengan sengaja memposisikan diri lebih rendah dari seorang budak, memposisikan diri paling rendah, sebuah posisi yang Ia lakukan dan sepenuhnya diwujudkan dalam kematian di kayu salib. Apa yang membuat-Nya melakukan itu?
Seorang pria sedang mengamati seorang suster yang sedang bekerja di sebuah pusat perawatan para penderita kusta. Ketika ia memperhatikan suster itu dengan lembut dan sepenuhhati mencuci luka-luka seorang penderita kusta, ia berkata: “Saya tidak akan melakukan itu walaupun saya dibayar satu miliar!” Suster itu menjawab: “Saya pun melakukan ini bukan untuk dibayar satu miliar!”
Hanya cinta yang bisa mendorong orang untuk melakukan hal-hal seperti itu. Cinta yang diwujudkan Yesus secara konkret dengan membasuh kaki – suatu gambaran akan “pembasuhan” yang lebih agung lagi. Melalui sengsara dan wafat-Nya, Ia membasuh dosa-dosa kita.
Selamat memasuki Triduum Paskah.