Mick Jagger, Charlie Watts, Keith Richards, dan Ronnie Woods – The Rolling Stones – telah bermain musik bersama lebih dari 50 tahun. Walau demikian, mereka tetap melihat pentingnya latihan bersama.
Mereka paham bahwa agar keunggulan menjadi suatu keBiasan, diperlukan pendekatan bersama dalam bekerjasama. Diperlukan latihan terus menerus hingga itu menjadi habit.
Setiap kali mengadakan tour, mereka biasanya komit untuk berlatih bersama selama setidaknya dua bulan. Mereka menghargai kesempatan untuk saling terhubung dengan sehingga tercipta kembali suatu ritme kolektif. Latihan itu memungkinkan band ini tampil seakan-akan dengan komunikasi telepati antar mereka.
Richards mengatakan bahwa ia dapat memahami apa yang terjadi hanya dengan melihat tangan kiri Watts. Jika tempo menurun, satu kerlingan Richards kepada Woods sudah berbicara. Bersama mereka kemudian memperbaiki ritme permainan.
Sukses The Rolling Stones tercipta karena setiap anggota memiliki peran unik tetapi saling melengkapi. Richards berperan sebagai pemimpin spiritual, Watts adalah tulang punggung band, Wood berperan sebagai mediator, dan Jagger lebih berperan sebagai chief executive – nya.
Masing-masing anggota band memiliki talenta berbeda-beda, tetapi kemistri antara mereka amat penting. Menjadi bagian dari Rolling Stones tetap merupakan cara terbaik bagi setiap anggota untuk mencapai tujuan individual mereka. Tim terbaik adalah mereka yang menggabungkan dorongan individu dengan memahami pentingnya dan kekuatan tim.
Inilah rahasia untuk menjadi tim yang baik: komitmen berkelanjutan dan latihan yang kontinyu untuk membangun tim yang lebih baik.
Kita juga mengamini jargon Avengers: ONE is better than one. Artinya, SATU tim lebih baik daripada satu individu. Tentu saja ada beda hasil yang dicapai oleh 5 orang dibandingkan dengan yang dicapai 1 orang saja. Sebuah kelompok yang terdiri dari 5 orang mungkin akan mencapai hasil lebih daripada yang dicapai oleh 1 orang saja. Tetapi ketika 5 orang itu bekerja bersama sebagai team, keajaiban akan terjadi. Bagian yang sulit adalah bagaimana masing-masing individu meletakkan ego-nya, percaya satu sama lain, dan bertindak sebagai team. Captain America dan Iron Man mempunyai pandangan yang berbeda atas dunia, dan untuk meletakkan ego mereka masing-masing tidaklah gampang. Namun mereka menghormati serta mempercayai satu sama lain, kendati perbedaan-perbedaan mereka. Menanggalkan ego yang memungkinkan anda untuk menjadi bagian dari keseluruhan yang lebih besar dari sekadar gabungan dari individu-individu.
Itulah ONENESS – kesatuan – yang diharapkan oleh Yesus ketika ia berdoa: “Supaya mereka semua menjadi satu sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.”
Tuhan kita Yesus Kristus dengan demikian berdoa untuk Kesatuan sehingga murid-muridnya dapat mencapai tingkat SATU dalam kata dan tindakan. Salah satu cara termudah menuju kehancuran dan kegagalan dalam hidup adalah melalui perpecahan. Ini bisa dilihat dalam keluarga, komunitas, dan negara. Sering dikatakan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Dalam Keesaan yang membawa persatuan, setiap bagian sangat penting meskipun tidak dapat dipisahkan. Surat Yohanes (1 Yohanes 4: 11-16) memberi tahu kita tentang hal yang sebenarnya harus mengikat bagian-bagian yang membentuk kesatuan. Hal yang dimaksud adalah kasih. Rasul Yohanes memberi tahu bahwa karena Allah begitu mengasihi kita, kita harus saling mengasihi. Itu berarti bahwa bahwa kita tidak dapat mencapai Kesatuan, kebersamaan, jika kita gagal untuk mencintai. Dengan demikian, kasih menjadi perekat yang memegang dan menopang kesatuan dan keesaan yang Tuhan kita Yesus Kristus doakan.
Kasih itu didasarkan pada kebenaran bahwa kita adalah milik Allah. “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya… Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu,” (Yoh 7: 4, 6).
Jadi kita ini milik Allah. Apa yang akan berubah dalam sikap saya jika saya percaya dan berpegang pada kebenaran bahwa seseorang yang ada di samping saya adalah milik Allah, sama seperti saya juga milik Allah? Dan karena itu kita semua adalah satu, tak terpisah satu sama lain. Tidakkah saya dengan senang hati membungkuk mengikatkan tali sepatu saudara atau saudari yang ada di samping saya? Tidakkah dengan senang hati saya membantu meringankan beban saudara/saudari saya? Jika saya sungguh-sungguh yakin bahwa setiap orang di dekat saya, rekan kerja, teman saya ke sekolah, orang-orang yang saya jumpai setiap hari, adalah bagian dari saya, mengapa harus iri hati? Mengapa harus membenci? Mengapa harus melukai? Mengapa kemanusiaan kita harus terluka karena dengan mudahnya orang menghilangkan nyawa orang lain, entah apapun alasannya?
Mari berdoa bersama Yesus: “Ya Bapa yang kudus, peliharalah kami dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada Putera-Mu, supaya kami menjadi satu sama seperti Engkau dan Putera-Mu adalah satu.”
Bacaan hari ini: Kis. 20:17-27; Mzm. 68:10-11,20-21; Yoh. 17:1-11a.