Sabda Hidup
Senin, 22 Agustus 2022, Senin Pekan Biasa XXI, Peringatan St. Perawan Maria Ratu
Bacaan: 2Tes. 1:1-5,11b-12; Mzm. 96:1-2a,2b-3,4-5; Mat. 23:13-22
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik!”
(Mat 23: 13)
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, “Ayah, kenapa sih kita harus berpakaian yang paling bagus dan duduk di bangku paling depan waktu kita ke gereja pada hari Minggu?” Ayahnya menjawab, “Nak, sangatlah penting waktu kita ke gereja, kita dilihat oleh banyak orang, sehingga nanti saatnya pemilu, mereka ingat kita….”
Tak jarang kita harus memeriksa diri kita sendiri. Orang Katolik macam apakah saya ini? Apa motif dan maksud utama saya memenuhi kewajiban saya sebagai seoang Katolik? Apakah saya seorang Katolik tetapi kulitnya saja? Apakah yang saya katakan dan kerjakan konsisten dengan apa yang saya yakini dan imani sebagai seorang Katolik?
Dalam Injil hari ini Yesus mengecam orang-orang Farisi dan para ahli Taurat karena kemunafikan mereka. Mungkin kita adalah orang-orang Katolik yang saleh, melakukan semua kewajiban sebagai orang Katolik seperti rajin mengikuti Ekaristi, bukan hanya setiap hari Minggu tetapi setiap hari, secara teratur mengaku dosa, memberikan sumbangan yang tidak sedikit untuk Gereja, menjadi anggota kelompok-kelompok kategorial Gereja. Akan tetapi, celakalah kita, jika praktek-praktek kesalehan itu hanya untuk memuaskan diri kita sendiri – dan demi motif yang tidak tulus – dan tidak disertai dengan bakti yang tulus kepada Tuhan.
Semoga kita tidak tidak hanya terobsesi untuk “mempercantik penampilan luaran kita sebagai orang Katolik.” Tentu tindakan-tindakan lahiriah itu penting, tetapi kehidupan batin sebagai murid Kristus yang sejati juga sangat penting.
Hari ini kita peringati Santa Perawan Maria Ratu. Ia menjadi ratu, bukan karena kuasa, kecantikan dan keindahan duniawi belaka, tetapi karena kesetiaan, kerendahan hati dan kejujurannya melaksanakan kehendak Allah. Ia konsekuen dan konsisten sampai akhir. Ia adalah ratu integritas.
Mari bertanya sekali lagi: apa motif saya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama saya? Apa motif dan tujuan saya berbuat baik? Apakah saya melakukan semuanya itu karena cinta saya pada Tuhan atau untuk kepentingan-kepentingan pribadi? Apakah saya punya integritas?
Seorang uskup bersahabat dengan seorang pejabat terhormat. Suatu kali pejabat itu berkata kepada Uskup: “Saya tidak pernah ke gereja. Mungkin Bapak Uskup sudah memperhatikan itu?” “Ya, tentu saja saya perhatikan,” jawab Uskup dengan sangat sedih. “Saya tuh setiap kali ke gereja hati saya resah dan gelisah… Ada banyak orang munafik di dalam sana maka saya tidak pernah ke gereja,” kata pejabat itu. Bapak Uskup menjawab: “Jangan khawatir, mari datanglah ke gereja, masih ada tempat untuk seorang munafik lagi….”