Sabda Hidup
Selasa, 3 November 2020, Selasa Pekan Biasa XXXI
Berkatalah seorang dari tamu-tamu itu kepada Yesus: “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf….. “
(Luk 14: 15 – 18).
Seperti orang yang mengucapkan kata-kata itu, kita juga berharap agar dapat ambil bagian dalam perjamuan Kerajaan Allah. Namun seperti apakah Kerajaan itu jika bukan persekutuan hidup dan kasih? Memang, kehidupan Kristiani dimaksudkan untuk menjadi bentuk awal dari Kerajaan tersebut. Kehidupan seperti itu mengandaikan keseimbangan, di mana ada waktu untuk makan, bekerja, bermain, beristirahat, membaca, berdoa, membangun kebersamaan dengan orang lain, dst.
Akan tetapi kita tahu, hidup tidak selalu seperti itu. Relasi-relasi kita rapuh. Pekerjaan menuntut. Pelayanan dipenuhi dengan frustrasi bahkan ketika seseorang berusaha berbuat baik atau membantu. Kita mempunyai banyak tuntutan. Kita berusaha memenuhi kewajiban kepada atasan, keluarga dan pada saat yang sama berkontribusi dengan murah hati kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin. Kita selalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk istirahat, apalagi untuk berdoa. Ketika kita menjalani kehidupan yang begitu sibuk dan menegangkan, peringatan dari tuan perjamuan dalam Injil hari ini juga berlaku untuk kita, “Tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku.” Seakan-akan hidup hanya untuk kerja, untuk mencapai ini dan itu. Kita mengejar keberhasilan ini dan itu sementara hubungan kita dengan Tuhan dan orang-orang yang kita cintai semakin memburuk dari hari ke hari. Kita kehilangan fokus.
Untuk alasan ini, kita dipanggil untuk menyediakan waktu bersahabat dengan Tuhan. Tidak cukup hanya bekerja dan disibukkan dengan kepentingan pribadi kita atau bahkan memberikan diri kita sepenuhnya kepada karier dengan mengorbankan hubungan yang dalam dengan Tuhan dan sesama. Inilah yang terjadi pada mereka yang diundang untuk pesta itu. Mereka tidak punya waktu untuk Tuhan atau untuk persekutuan.
Pertanyaan yang diajukan oleh Injil adalah soal prioritas. Apa prioritas kita dalam hidup? Alasan yang diberikan oleh mereka yang diundang ke perjamuan adalah alasan yang sah-sah saja. Orang yang membeli tanah perlu untuk pergi dan memeriksa untuk memastikan semuanya beres. Orang yang membeli lima lembu perlu untuk memastikan bahwa lembu-lembu itu sehat dan bugar untuk bekerja di ladang. Tidak salah juga bahwa lelaki yang baru menikah menghabiskan waktu berbulanmadu bersama istrinya. Namun, undangan itu sudah dikirim sejak lama dan mereka sudah menerima undangan. Alih-alih memprioritaskan komitmen yang dibuat, mereka lebih disibukkan dengan kepentingan mereka sendiri.
Jadi, Apa prioritas kita dalam hidup? Apa yang benar-benar penting? Kita harus berfokus pada pembangunan kerajaan Allah, yang merupakan kehidupan pelayanan dan persekutuan dengan semua orang, dimulai dengan Allah. Jika kita tidak menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan kita, kita akan dengan mudah menggantikan Dia dengan semua hal lain yang kita lakukan dan miliki. Tanpa Tuhan, semua yang kita lakukan akan menjadi berhala yang kita sembah.
Bacaan hari ini: Flp. 2:5-11; Mzm. 22:26b-27,28-30a,31-32; Luk. 14:15-24.