Dunia kita adalah dunia yang sibuk. Kita selalu ingin sibuk atau paling tidak terlihat sibuk. Setiap kali kita mengatakan pada orang lain “Wah saya sibuk” kita seolah-olah mau mengatakan kepada orang lain bahwa hidup kita sungguh berhasil, karir kita maju pesat dan hidup kita merupakan sesuatu yang hebat dan berharga, dengan harapan orang lain akan menghargai kita, memandang kita sebagai orang yang berhasil.
Hanyut dalam kesibukan seringkali membuat kita tidak menghayati hidup dengan sungguh baik. Di dalamnya tidak ada keheningan dan kedalaman karena kita cenderung untuk terus bergerak dan sibuk. Tidak ada kata “berhenti” bagi kita yang sudah hanyut dan kecanduan akan kesibukan dan kerja keras. Kita takut berhenti barang sejenak karena kita takut kehilangan waktu dan juga takut tertinggal dalam karir dan kesempatan.
Dalam dunia Balap Mobil Formula 1, salah satu strategi penting dalam memenangkan lomba jet darat itu adalah strategi pit-stop. Tak peduli betapa hebatnya sang pembalap sekelas Sebastian Vettel atau Lewis Hamilton, atau betapa cepatnya mobil meraka, sang pembalap tidak akan bisa memenangkan lomba apabila tidak didukung dengan strategi pit-stop yang jitu. Seorang pembalap dan juga crew balapan harus tahu kapan saat yang tepat untuk berhenti: mengganti ban, mengisi bahan bakar, bahkan mengganti pemnbalap dalam lomba adu ketahanan, serta berstrategi. Formula 1 adalah balapan adu strategi dan kecepatan, dan strategi pit-stop sangat sering menentukan hasil lomba.
Seperti dalam balapan formula 1 itu, kita perlu juga strategi pit-stop yang handal. Kita perlu menumbuhkan kemampuan untuk “berhenti” dari kesibukan. Berhenti sejenak dari kesibukan akan kembali memberi inspirasi hidup, memperbaharui arti dan makna hidup kita, menimba kebijaksaan dari pengalaman kita dan sekaligus belajar daripadanya. Berhenti sejenak dari kesibukan akan membuat hidup kita menjadi lebih inspiratif dan membuat kita menjadi semakin lebih bijak dan dewasa menghayati hidup ini. Berhenti akan membuat kita belajar dari hidup kita, belajar dari kesalahan-kesalahan kita dan akhirnya justru akan memperkaya hidup. Dalam keheningan, kita bisa merasakan kedalaman hidup dan mengalami bahwa Tuhan begitu baik.
Dalam Injil hari ini, sebelum dialog tentang identitas-Nya, Yesus berdoa seorang diri. Berulang kali dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Yesus berdoa. Ia bangun pagi-pagi dan berdoa (Mrk 1: 35), kadang-kadang semalam-malaman (Matius 14 : 23 ; Lukas 6 : 12), sebelum melaksanakan pelayanan-Nya (Markus 1 : 35 – 38), sebelum memilih murid-murid-Nya (Lukas 6 : 12 – 13), sebelum pergi ke Golgota (Matius 26), setelah mencapai keberhasilan dalam pelayanan-Nya (Yohanes 6 : 15) dan banyak lagi bagian dari Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa.
Bagaimanakah dengan kita? Adakah waktu hening? Adakah waktu pit-stop di tengah kesibukan kita?
Bacaan misa hari ini: Pkh. 3:1-11; Mzm. 144:1a,2abc,3-4; Luk. 9:18-22.