Sabda Hidup
Selasa, 19 Oktober 2021, Selasa Pekan Biasa XXIX
Bacaan: Rm. 5:12,15b,17-19,20b-21; Mzm. 40:7-8a,8b-9,10,17; Luk. 12:35-38.
Perikope Injil hari ini adalah salah satu dari tiga percakapan tentang akhir jaman dalam Injil. Percakapan ini disampaikan dalam perumpamaan “Tuan – Hamba”. Ditekankan di sana perlunya iman dan kesiapsediaan dalam hidup para murid Kristus. Dalam tradisi Yahudi, pesta pernikahan dapat berlangsung selama satu minggu, sehingga hamba-hamba punya waktu untuk istirahat sebelum tuannya kembali.
Pinggang berikat adalah gambaran kesiapsediaan. Pada masa Yesus, hamba, seperti orang Yahudi pada umumnya, mengenakan jubah yang panjang, yang harus diikat di pinggang supaya tidak menggangu aktivitas pekerjaan. Berbeda dengan para serdadu Romawi yang mengenakan pakaian seperti rok pendek, yang memungkinkan mereka setiap saat berlari dengan kecepaan tinggi. Dengan pinggang tetap terikat berarti selalu siap siaga untuk bekerja dan beraktivitas. Yesus menghendaki agar murid-murid-Nya setiap saat siap sedia menjalankan kehendak Tuhan, melalui pelayanan yang rendah hati.
Dalam perumpamaan ini, tokoh utama adalah tuan (representasi dari Yesus yang bangkit), dan para hamba (para pengikut Yesus). Menurut para Bapa Gereja, sabda Yesus dalam perikope ini mempunyai dua makna. Dalam makna yang lebih sempit, sabda-Nya menunjuk pada kedatangan-Nya yang kedua, tetapi dalam arti yang lebih luas menunjuk pada saat kematian kita sendiri, ketika Allah memanggil kita untuk berjumpa dengan-Nya dan mempertanggungjawabkan hidup kita di bumi ini. Karena kapan waktu persisnya kita tidak tahu, maka sikap yang tepat untuk kita adalah selalu siap sedia dan waspada. Oleh sebab itu kita perlu melaksanakan tugas dan panggilan kita sebaik mungkin setiap hari, bukan setengah-setengah atau menunda-nunda.
Apa pesannya untuk hidup kita? Pertama, kita perlu tetap waspada dan siap untuk menghadap Tuhan. Salah satu cara untuk selalu waspada adalah hidup doa yang baik. Salah satu unsur doa yang paling penting adalah mendengarkan Allah (1 Raj 19: 11 – 12) dan berbicara dengan-Nya. Itu berarti bahwa kita perlu menyiapkan waktu hening setiap hari di mana kita dapat mengarahkan telinga kita bagi warta kasih, harmoni, damai, dan menanggapi sabda-Nya. Kedua, kita perlu menantikan Tuhan. Kita harus menantikan Tuhan dalam hidup keseharian kita dengan belajar mengenali Yesus dalam diri saudara-saudari kita yang terkecil. Dengan kata lain, kita harus selalu siap sedia melayani Yesus di mana saja dan kapan saja Ia “menampakkan diri”. Dalam diri mereka yang kita layani dengan kasih dan pelayanan yang tulus, Ia hadir di tengah-tengah kita.