Remah Mingguan

PILIHAN MENGUTAMAKAN ORANG MISKIN

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 28 Agustus 2022, Minggu Biasa XXII Tahun C
Bacaan: Sir. 3:17-18,20,28-29Mzm. 68:4-5ac,6-7ab,10-11Ibr. 12:18-19,22-24aLuk. 14:1,7-14

“Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

(Luk 14: 11)

Joseph Veuster adalah seoraang misionaris asal Belgia. Ia bekerja di tengah-tengah penduduk asli Honolulu. Pada waktu itu Uskup setempat mencari seorang imam yang mau bekerja di tempat khusus yang disediakan untuk orang-orang yang menderita penyakit kusta, di Molokai. Joseph, menawarkan diri untuk pergi dan bekerja di tempat itu yang dikenal dengan “pekuburan hidup Molokai”. Solidaritasnya dengan para penderita kusta sungguh-sungguh total, bahkan ia sendiri tertular penyakit itu dan meninggal dalam usia 49 tahun di tengah-tengah orang miskin dan terpinggirkan yang ia layani. Banyak orang pada masanya menganggap dia gila dan sembrono. Namun sekarang, ia dianggap sebagai seorang pahlawan iman yang melayani para miskin dengan total dan dikenal sebagai Pater Damian, Rasul orang Kusta.

Pater Damian mempunyai komitmen total bagi para miskin jauh sebelum Gereja mencanangkan preferential option for the poor sebagai salah satu pilar ajaran sosial Gereja. Injil mengajarkan kita bahwa sebagai murid-murid Kristus kita harus memberi prioritas bagi para miskin dalam cara kita melayani dan berbagi sumber-sumber daya kita. Itulah yang kita baca dalam Injil hari ini. Mungkin secara sekilas kita melihat bahwa dalam Injil hari ini Yesus mengajarkan kita etiket atau perilaku yang baik saat kita memilih tempat duduk ketika kita diundang makan. Akan tetapi jika kita telaah lebih dalam dengan pandangan mata umat kristen purba, yang ketika berkumpul bersama mereka hanya berbagi Ekaristi, kita mulai melihat bahwa apa yang diajarkan Yesus itu lebih dari sekadar etiket di meja makan. Yesus sedang mengajarkan keutamaan dasar Kristiani yakni kerendahan hati dan solidaritas dengan para miskin. Yesus menyampaikannya dalam dua perumpamaan.

Perumpamaan yang pertama, tentang seorang yang mengundang ke pesta perkawinan (ayat 7 – 11). Perumpamaan ini ditujukan kepada umat Kristiani saat mereka diundang ke pesta perjamuan Tuhan. Apapun status sosial maupun kedudukannya, kita datang dalam Ekaristi sebagai saudara dan saudari, dalam kedudukan yang sama di hadapan Allah. Di sinilah kedudukan majikan dan hamba, tuan dan pekerja, mencair, hadir di hadapan Tuhan sebagai saudara dan saudari, sebab kita bersama memanggil Allah yang sama sebagai “Bapa Kami”.

St. Yakobus dalam suratnya juga pernah mengecam situasi di mana orang-orang Kristen membeda-bedakan orang yang hadir dalam persekutuan.

“Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Berdirilah di sana!” atau: “Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”

(Yak 2: 2 – 4)

Yesus menantang para pengikut-Nya untuk menghapus perbedaan kaya-miskin di antara mereka dan mengenal serta memperlakukan satu sama lain sebagai saudara-saudari dengan kedudukan yang sama di hadapan Allah. “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan,” (Luk 14: 11).

Perumpamaan kedua adalah tentang seorang yang mengadakan perjamuan baik siang ataupun malam (ayat 12 – 14). Perumpamaan ini ditujukan kepada orang-orang Kristen sebagai orang-orang yang mengundang sesama ke dalam pesta perjamuan Tuhan.

“Dan Yesus berkata juga kepada orang yang mengundang Dia: “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”

(Luk 14: 12 – 14)

Dalam bagian kedua ini, Yesus menantang kita untuk melampaui sikap membeda-bedakan dan mengajak untuk mendahulukan mereka yang miskin dan cacat di tengah kita. Ia mengundang tindakan yang tegas. Berikan prioritas kepada para miskin dan cacat. Sebuah rantai akan menjadi kuat kalau tidak ada titik lemah pada salah satu mata rantai itu. Itulah sebabnya prioritas dan perhatian kepada “titik terlemah dari rantai itu”. Dan tindakan itu akan memberi keuntungan bagi seluruh rantai. Adalah kepentingan untuk seluruh komunitas Kristiani untuk memberikan prioritas kepada para miskin dan cacat.

Untuk mendapatkan jalan mengutamakan para miskin, kita membutuhkan kerendahan hati yang sejati. Sebab kerendahan hati yang sejati menghantar kita pada kemurahan hati untuk berbagi bersama mereka yang berkebutuhan. Kerendahan hati tidak hanya menjadi sebuah keutamaan tetapi menjadi kunci untuk membuka hati, pikiran dan tangan kita kepada para miskin, mereka yang berkebutuhan, mereka yang cacat, dan mereka yang dipinggirkan.

Mari kita lihat bersama, apakah komunitas kita sungguh-sungguh menghidupi pilihan kita untuk mengutamakan orang miskin? Bagaimana itu secara konkrit dilakukan? Apa artinya “undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta,” (Luk 14: 13) bagi kita?

Author

Write A Comment