Sabda Hidup
Kamis, 28 Juli 2022, Kamis Pekan Biasa XVII
Bacaan: Yer. 18:1-6; Mzm. 146:2abc,2d-4,5-6; Mat. 13:47-53.
“Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itupun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”
(Mat 13: 47 – 50)
Perikope Injil hari ini dikisahkan dengan latar belakang kehidupan yang sangat familiar bagi orang-orang Galilea. Mereka yang hidup di sekeliling Danau Galilea sangat terbiasa dengan pemandangan di sore hari, ketika para nelayan, setelah seharian berlayar, duduk di pantai danau memisahkan ikan yang baik dan yang tidak baik. Ikan-ikan yang baik dibawa pulang dan yang tidak baik dibuang.
Kemampuan Yesus sendiri untuk mengajar dengan gambaran-gambaran setempat sangat mengagumkan. Ketika Ia mengajar orang-orang yang sebagian besar adalah nelayan, Ia menggunakan gambaran kehidupan nelayan: perahu, pukat, ikan. Ketika Ia berbicara dengan orang banyak yang sebagian besar adalah petani, maka Ia menggunakan gambaran dari dunia pertanian: gandum, biji sesawi, gulma, dsb. Ketika Ia berbicara dengan para ahli Taurat dan orang-orang terpelajar, maka Ia mengutip Kitab-Kitab dan menginterpretasikannya agar mereka mengerti. Suatu cara yang harus kita lakukan saat kita mewartakan Sabda Tuhan. Kita perlu menerangkan sesuai dengan tingkat pengertian para pendengar. Dengan demikian yang kita wartakan tidak hanya melayang-layang di udara tetapi masuk dalam hati.
Para ahli Kitab Suci mengatakan bahwa kata yang dipakai untuk menunjuk pada “pukat” adalah kata bahasa Yunani, “sagene”. Menarik bahwa perikop ini adalah satu-satunya perikop dari seluruh Injil yang menggunakan kata “sagene”. “Sagene” adalah jaring atau pukat dengan pemberat di ujung yang lain dan dengan pelampung di ujung yang lain sehingga dapat tergantung secara vertikal dalam air. Segala jenis ikan dapat terjaring di sana. Setelah jangka waktu tertentu pukat itu ditarik ke pantai menggunakan dua perahu. Pukat seperti itu rupanya banyak dipakai oleh para nelayan di Galilea.
Di sini pukat itu menggambarkan pewartaan Sabda Allah. Sabda itu diwartakan ke seluruh dunia seperti pukat yang diterbarkan di laut. Pada hari penghakiman, tak seorangpun dapat mengatakan bahwa ia tidak mendengar Sabda yang diwartakan itu, sebab Sabda itu diwartakan untuk dan kepada semua orang. Dan memang, Sabda Allah harus diwartakan kepada semua. Itu adalah tanggung jawab para murid. Semua cara yang mungkin harus digunakan untuk mewartakan Sabda Allah, sehingga warta Kabar Baik itu mencapai segala sudut dunia ini.
Ketika pukat itu ditebarkan di laut, “mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan”. Ketika Sabda Allah, Kabar Baik itu diwartakan kepada dunia, warta itu menarik berbagai-bagai macam orang. Entah itu orang baik, maupun orang tidak baik, entah orang bodoh maupun orang bijaksana, entah orang lemah maupun orang-orang kuat, beriman maupun tidak beriman. Kerajaan Allah mengumpulkan orang kulit hitam, kulit putih, kulit cokelat, kulit kuning. Tak ada persyaratan dan pengkotak-kotakan. Semua boleh masuk ke dalam Kerajaan Allah. Pintu Kerajaan Allah terbuka untuk semua, tanpa membeda-bedakan golongan ini atau itu.
Bukankah kita sendiri yang cenderung untuk membedakan dan menilai orang lain? Sering kali kita membeda-bedakan karena alasan sederhana, karena kita tidak suka kepada mereka atau kita tidak suka dengan apa yang mereka lakukan? Apakah Tuhan hanya menginginkan orang benar?
Kita yang sering kali menghakimi. Tuhan Maha baik dan berbelas kasih. Setiap perubahan dan transisi bisa menjadi sesuatu yang sulit, tetapi bagi Yesus, selalu ada harapan untuk menjadi baru.