Remah Mingguan

PERSEMBAHAN TULUS DI SARANG PERAMPOK

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 7 November 2021, Minggu Biasa XXXII Tahun B
Bacaan: 1Raj. 17:10-16; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; Ibr. 9:24-28; Mrk. 12:38-44

“Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”

Mrk 12: 38 – 40

Sejak awal pelayanan publiknya, Yesus mengalami konflik dengan para pemimpin agama Yahudi, para ahli Taurat dan para Farisi. Mereka menyebut Dia bidaah dan penghujat sedangkan Yesus menyebut mereka para pencuri dan perampok yang telah menjadikan bait Allah sarang penyamun.

Perikope Injil hari ini mulai dengan menampilkan kecaman Yesus terhadap para Ahli Taurat dan para Farisi. Selama pengungsian di Babylon tak ada Bait Allah dan oleh sebab itu para Farisi mengumpulkan umat untuk mendengarkan bacaan dari Kitab Taurat. Ketika mereka kembali dari Babylon, para Farisi menjadi para penafsir resmi dari Sabda Allah.

Yesus mencela perilaku mereka yang “suka berjalan-jalan memakai jubah panjang” untuk menarik perhatian banyak orang. Yesus tidak dapat membiarkan lelucon ini. Seorang yang bersatu dengan Allah, bersatu dengan pikiran, perasaan Allah, tak pernah khawatir bahwa ia tidak akan dihormati dan dikagumi. Seorang nabi ingin agar didengarkan, bukan dikagumi, bukan untuk terkenal, bukan untuk menjadi tenar di mana-mana.

Untuk membedakan diri mereka dari orang banyak dan menunjukkan superioritas mereka, para pemimpin agama ini memakai pakaian tertentu. Itu adalah cara yang menyedihkan untuk meminta perhatian, untuk menyombongkan diri. Ahli-ahli Taurat dan para Farisi seperti pada jaman Yesus kini tidak ada lagi. Akan tetapi adakah perilaku para farisi itu dalam kehidupan kita? Berapa sering kita menjumpai orang-orang yang berusaha meningkatkan kemuliaan pribadi mereka dengan menambahkan titel demi titel, berderet-deret panjang pada nama mereka, menuntut orang lain menunduk di hadapan mereka?

Di jaman kemajuan teknologi media dan informasi sekarang ini, betapa banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk meningkatkan rating, followers, subscribers, viewers di media sosial. Tidak terhitung mereka yang memang menggunakan media untuk mewartakan kebenaran… tetapi tidak sedikit juga yang mencari ketenaran dengan menggunakan media sosial. Jika ada tingkat-tingkat atau ranking dalam Gereja, ranking tertinggi harus diberikan kepada mereka yang cacat, miskin, berkebutuhan, berdosa, karena merekalah sahabat-sahabat Yesus!

Segala sesuatu yang menciptakan perpecahan dan pengkotak-kotakan di tengah umat tidak berkenan bagi Tuhan. Sering kali Yesus mengutuk mereka yang menciptakan perpecahan dalam komunitas. Perikop Injil hari ini adalah peringatan bagi para pemimpin Gereja yang menyebabkan perpecahan di tengah-tengah umat dengan alasan ritus, ritual, kebiasan, tradisi, dan….kepentingan pribadi.

Kontras dengan kecaman kepada para ahli Taurat dan para Farisi, Injil hari ini juga menampilkan Yesus yang mengomentari persembahan seorang janda miskin di peti persembahan. Kita mengerti bahwa Yesus memuji persembahan janda itu yang sungguh-sungguh memberikan pesembahan tanpa ingat diri sendiri. Barangkali ada hal yang lebih dari sekadar hal itu. Yesus telah lama kesal dengan para pengurus bait Allah dan kejahatan yang dilakukan oleh para imam di bait Allah. Bagaimana Ia tidak terusik melihat janda miskin itu mempersembahkan apa yang dibutuhkan bagi kehidupannya sendiri kepada suatu sistem yang korup seperti itu? Bisa jadi Yesus menunjukkan kekesalan-Nya itu dengan memuji persembaan itu dengan berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.” (Mrk 12: 43). Persembahan yang tulus hati amatlah terpuji, tetapi korupsi harus dibasmi.

Apakah klerikalisme dan diskriminasi masih menjadi masalah di Gereja kita? Adakah sesuatu yang dapat saya lakukan untuk memajukan kesetaraan dan persaudaraan sejati dalam komunitas saya? Apakah korupsi juga sudah menggerogoti komunitas saya?

Author

Write A Comment