Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel yang cukup panjang dari theguardian.com. Artikel The War against Pope Francis cukup menggambarkan siapa-siapa dan dalam hal apa perlawanan terhadap Paus itu terjadi. Ada slentingan yang mengatakan bahwa Paus Emeritus Benediktus XVI ada di balik perlawanan itu. Benarkah demikian? Berikut ini adalah sebuah artikel dari Ucanews Indonesia:
Paus Fransiskus menghadapi perlawanan yang seringkali sangat kasar dari kelompok Katolik tertentu. Tingkat permusuhan yang mereka tunjukkan terhadap Uskup Roma mungkin tidak ada paralelnya dalam sejarah Gereja Roma modern.
Sebenarnya ada kabar baik dan kabar buruk dari semua ini.
Kabar baiknya adalah bahwa orang-orang yang saat ini mendayung melawan kemudi Kapal Petrus (Barque of Peter) adalah bagian dari minoritas yang sangat kecil dan berisik.
Kabar buruknya adalah bahwa mereka kebanyakan ditemukan di antara orang-orang yang ditahbiskan, yakni para imam dan uskup.
Statistik Vatikan terbaru mengklaim bahwa ada 1,285 miliar anggota gereja Katolik di seluruh dunia. Di antara mereka -hampir 416.000- adalah imam dan 5.300 uskup – atau hanya sekitar 0,3% dari umat Katolik yang dibaptis.
Dan bahkan dalam kelompok ini, jumlah mereka yang aktif menentang Paus kemungkinan besar sangat kecil. Jadi minoritas dalam minoritas.
Tidak bisa dipastikan angka pastinya berapa. Namun, kita dapat mengidentifikasi ciri-ciri dan tren tertentu. Misalnya, oposisi terhadapa Paus Fransiskus sangat penuh antuasias dilontarkan dari dunia berbahasa Inggris, sebagian dari Eropa dan Afrika di mana yang menkritik Paus cenderung lebih muda (di bawah usia 50), para imam yang secara doktrin dan liturgis sangat kaku.
Orang-orang di kubu penentang Fransiskus juga menunjukkan kecenderungan pemahaman yang sangat sempit akan penerapan Hukum Kanonik, penyembah rubrik liturgi dan pandangan Euro-sentris yang sudah kuno terhadap dunia yang berakar pada sistem filsafat Yunani-Romawi klasik.
Tentunya sudah cukup menyulitkan jika para penentang Paus Fransiskus hanya berasal dari anggota klerus. Namun tidak demikian.
Ada juga kelompok-kelompok kecil dari umat yang dibaptis yang juga sangat kritis dan bahkan meremehkan dia. Mereka menunjukkan karakteristik yang serupa dengan klerus yang memberontak. Mereka juga cenderung lebih muda dan fundamentalis ketika berhubungan dengan ajaran gereja, dan pendukung liturgi dan eklesiologi pra- Konsili Vatikan II.
Yang mengkritik paus ini bersuara lantang dan mengganggu. Mereka juga terorganisir dan ulet. Tapi jujur saja, mereka juga minoritas baik dalam klerus maupun awam.
Tapi mereka sudah membuat diri mereka tampak lebih mewakili populasi Katolik secara keseluruhan dengan memanfaatkan media sosial dan menggunakan megafon besar yang disediakan dunia maya. Dengan cara ini, mereka telah berhasil menipu sangat banyak orang (terutama di media mainstream) sehingga percaya bahwa Gereja dibagi menjadi dua kelompok: yang mencintai Paus Fransiskus dan yang tidak tahan dengan dia.
Massimo Faggioli baru-baru ini menggambarkan orang-orang yang dengan marah menentang Paus dan upayanya untuk memperbaharui Gereja sebagai “militia Katolik dunia maya.”
Tapi ada sesuatu yang lebih mengganggu tentang berbagai kelompok klerus dan awam ini. Mereka telah mencoba untuk mengklaim legitimasi atas kritikan pedas mereka terhadap Paus Fransiskus dengan menyatakan kesetiaan mereka kepada tulisan-tulisan dan ide-ide yang dari pendahulunya, Paus Emeritus Benediktus XVI. Dalam melakukannya, mereka mengambil nama (dan pemikiran teologis) Joseph Ratzinger.
Mereka menyederhanakan dan bahkan mendistorsi pemikiran yang lebih bernuansa dan kompleks dari pria yang terampil di Konsili Vatikan II ini dan yang lama memimpin Kongregasi untuk Ajaran Iman sebelum menjadi uskup Roma (Paus).
Mereka membaca tulisan-tulisan Ratzinger seperti mereka membaca hal-hal lain, dengan lensa redup dan sempit.
Mereka yang menyatakan diri sebagai “Ratzingerian” penentang Jorge Bergoglio ini secara rutin mengubah ide-ide yang lebih kompleks dari paus emeritus (yang juga bisa dipertanyakan) menjadi frase-frase yang mudah dan mencolok.
Misalnya, mereka mengubah pandangan Benediktus XVI bahwa pada dasarnya ada dua cara menafsirkan pelaksanaan Vatikan II , yakni ‘hermeneutika diskontinuitas dan pecah’ versus ‘hermeneutika reformasi’, yang dia jelaskan sebagai “pembaharuan dalam kontinuitas dengan satu subjek-Gereja “- dan mengubah yang kedua menjadi interpretasi yang jauh lebih sederhana dan keliru” hermeneutik kontinuitas”, sebuah frase yang tidak pernah di ucapkan oleh mantan paus itu.
Mereka juga telah melonggarkan pemahaman Ratzinger atas pemikiran John Henry Newman tentang pengembangan organik dari doktrin dan penerapannya pada bentuk-bentuk liturgis.
Sebagian besar oposisi terhadap Paus Fransiskus datang dari umat Katolik yang mengabdikan diri untuk merayakan Misa Tridentin. Dan banyak dari mereka berasal dari kelompok pinggiran yang terus-menerus ingin dibawa oleh Benediktus ke dalam arus utama gereja.
Tindakan yang paling monumental yang dilakukan Benediktus adalah mengeluarkan “motu prorio” pada tahun 2007 untuk menormalkan liturgi pra-Vatikan II. Dia mengatakan bagian dari alasan ia melakukannya adalah untuk membawa “rekonsiliasi internal di jantung Gereja”. Fransiskus tidak menunjukkan keterikatan pada Misa Lama, tapi ia juga tidak melakukan apa-apa untuk membatasi itu.
Akan tetapi anggota kelompok penggemar Misa Tridentin telah mengkhianati niat Benediktus untuk “mendapatkan rekonsiliasi dan persatuan” di dalam Gereja yang terpecah. Sebaliknya, serangan mereka terhadap Paus Fransiskus telah menambah perpecahan.
Sekarang, kita mesti jelas: tidak ada sama sekali bukti yang menunjukkan bahwa Benediktus XVI mendukung, atau dengan cara apapun bersimpati terhadap kampanye yang dilancarkan oleh pembela dirinya terhadap Paus Fransiskus.
Tapi yang membuat kecil hati adalah ada uskup dan kardinal yang telah menggunakan kata-kata mantan paus itu sebagai sarana untuk mempertanyakan ortodoksi dan legitimasi kepemimpinan dan kuasa mengajar paus saat ini.
Apa yang dapat dilakukan untuk mengakhiri ini?
Hanya beberapa hari setelah Benediktus mengumumkan pengunduran dirinya dari kepausan pada pertengahan Februari 2013, ia mengatakan kepada para imam Roma bahwa ia akan “menarik diri” tersembunyi dari dunia dan menyendiri dalam doa.
Tetapi selama lebih dari empat tahun sejak ia pensiun, dia tidak benar-benar tersembunyi atau terpencil. Benediktus secara rutin menemui pengunjung di kediamannya di Taman Vatikan. Dan banyak dari mereka adalah imam, uskup, dan awam – termasuk wartawan dan penulis – yang merupakan orang-orang yang paling di depan mengkritik Paus Fransiskus.
Mantan Paus juga telah mengirimkan selusinan pesan tertulis (sejauh yang diketahui) ke berbagai pertemuan agama dan individu. Dia juga memenuhi wawancara panjang untuk buku, menyediakan pidato untuk pemakaman salah satu Kardinal yang menentang dokumen Paus Fransiskus tentang pernikahan (Amoris Laetitia) dan bahkan telah menulis pengantar dan penutup untuk setidaknya dua buku.
Ia memiliki hak untuk melakukannya karena tidak ada orang yang menyuruhnya diam atau melarangnya menerima pengunjung.
Namun, pada hari ia benar-benar mengundurkan diri sebagai Uskup Roma – 28 Februari 2013 – dia mengumpulkan para kardinal dan mengatakan kepada mereka untuk “benar-benar tidak melawan tindakan Roh Kudus dalam pemilihan paus baru”.
Dia juga membuat janji pada hari itu: “Di antara kalian, dalam College of Cardinals, ada juga paus yang akan datang kepada siapa hari ini saya berjanji memberikan hormat tanpa syarat dan ketaatan saya.”
Mengingat cara beberapa teman paling setia dari Benediktus, mantan rekan kerja dan pengagum telah memperdagangkan persatuan mereka dengan dia untuk merendahkan Paus Fransiskus, dan mengingat suara-suara sumbang dan meningkatnya permusuhan yang diakibatkan oleh penentangan mereka terhadap Paus Fransiskus, mungkin sudah saatnya bagi Benediktus untuk menghormati janjinya dan angkat bicara sekali lagi.
Ini mungkin tidak akan menghalangi para penentang Paus Fransiskus jika secara publik ia meminta mereka untuk menghentikan pembangkangan mereka, tapi itu akan menjadi tanda yang jelas bahwa Uskup Emeritus-Roma yang mereka cintai tidak mendukung mereka.