Seorang rahib berpuluh-puluh tahun mengharapkan bahwa Yesus menampakkan diri kepadanya. Pagi itu ia begitu khusyuk tenggelam dalam meditasinya. Rupanya apa yang diharapkannya selama berpuluh-puluh tahun itu kini terkabul. Tuhan menampakkan diri kepadanya. Namun, di tengah kekhusyukannya menikmati kehadiran Tuhan yang beigut mulia dalam penampakan kepadanya itu, bel komunitasnya berdering. Bel itu memberi tanda waktunya untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Kebetulan pagi itu adalah gilirannya untuk melayani orang-orang miskin. Ia tersentak dan hatinya bimbang. Haruskah ia meninggalkan penampakan yang sudah dinantikannya berpuluh-puluh tahun itu? Ataukah ia tetap tinggal dalam doanya dan meninggalkan tugasnya memberi makan orang-orang miskin? Namun akhirnya, dengan bulat hati ia bangkit dan pergi melayani orang-orang miskin.
Sesudah selesai melayani orang-orang miskin, ia kembali ke ruang doa, dan lihatlah, Yesus menunggunya di sana. “Seandainya engkau tidak pergi melayani orang-orang miskin itu, Aku akan pergi dari sini,” kata Yesus.
Ada dua macam orang dalam komunitas kita. Pertama, orang yang amat sangat rajin berdoa dan beribadah. Tetapi ketika orang memerlukan bantuan, ia katakan: “Aduh, saya sedang sibuk berdoa. Saya bantu dengan doa saja ya…” Kedua, orang yang sangat sibuk dengan bakti sosial di sini dan di sana, dengan aksi di sini dan di sana, melayani orang miskin di sini dan di sana, saking sibuknya sehingga tidak ada waktu lagi untuk berdoa. Ia berdalih: “Kerjaku adalah doaku.”
Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini berbicara tentang perintah yang utama: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” Seorang ahli Taurat datang dan bertanya kepada Yesus: “Hukum manakah yang paling utama?”
Dalam Kitab Suci (KS) orang-orang ahli Taurat sering dilihat dan dikenal oleh orang Yahudi di zaman Yesus sebagai orang-orang, yang menurut pandangan dan sikap hidup mereka dianggap termasuk golongan kaum Farisi. Mereka ini mengenal KS dengan baik, ibaratnya sungguh hafal, namun hanya menurut hurufnya, dan hanya dalam hal-hal yang berhubungan dengan Allah, atau hal ibadat atau hal keagamaan. Tetapi dalam hubungan mereka secara manusiawi dengan sesama justru banyak bertentangan dengan isi atau tujuan perintah-perintah Allah, yang tercantum dalam KS yang mereka kenal.
Mereka itu sebagai ahli Taurat dan Rabbi, sebagai pengajar Taurat, selalu menunjukkan mutlak pentingnya perintah-perintah Perjanjian Lama (PL). Dan kaum Farisi memastikan adanya 613 perintah dalam Taurat (yakni di dalam kelima buku pertama dalam PL). Dari 613 buah itu 248 adalah perintah positif (“kamu harus…”), dan 365 perintah negatif (“kamu jangan…”). Inilah latar belakang pertanyaan fundamental yang disampaikan oleh seorang ahli Taurat kepada Yesus: “Perintah manakah yang paling utama?”
Kasih kepada Allah dan sesama sebagai kewajiban melaksanakan perintah Allah bukanlah dari Yesus aslinya. Sebab itu sudah ada dalam PL. Kekhususannya yang ditambahkan oleh Yesus ialah, bahwa kedua perintah itu adalah sama nilainya! Ia menegaskan, bahwa kita tidak bisa memperhatikan dan melaksanakan hanya salah satu di antaranya tanpa melakukan yang lain! Dasar atau motivasi kita untuk mengasihi sesama timbul dari kasih kita kepada Allah. Dengan kata lain, kasih kita kepada Allah dibuktikan dan diteguhkan oleh kasih kita kepada sesama! Dan sebenarnya kasih kita kepada sesama bukanlah hanya suatu kasih yang dituntut oleh kasih kita kepada Allah. Atau sekadar sebagai lanjutan yang timbul dari kasih kepada Allah. Melainkan dalam arti tertentu kasih kita kepada sesama merupakan suatu kondisi sebelum kasih kita kepada Tuhan! Jadi, sebenarnya tidak ada kasih kepada Allah, yang sudah merupakan kasih kita kepada sesama. Jadi kasih kita kepada Allah menjadi nyata berkat adanya kasih kita kepada sesama!
Ajaran tentang kasih alkitabiah itu ditegaskan oleh Gereja antara lain dalam dokumen Konsii Vatikan II tentang Gereja (“Lumen Gentium”/LG 42) ini: “Allah itu kasih, dan barangsiapa tetap berada dalam kasih, ia tinggal dalam Allah dan Allah tinggal dalam dia” (1 Yoh 4:16). Adapun Allah mencurahkan cinta kasih-Nya ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang dikurniakan kepada kita (lih. Rom 5:5). Maka dari itu kurnia yang pertama dan paling perlu ialah cinta kasih, yang membuat kita mencintai Allah melampaui segalanya dan mengasihi sesama demi Dia”. Sebab cinta kasih, sebagai pengikat kesempurnaan dan kepenuhan hukum (lih. Kol 3:14; Rom 13:10), mengarahkan dan menjiwai semua kesucian, dan membawanya sampai ke tujuannya. Maka cinta kasih akan Allah maupun akan sesama merupakan ciri murid Kristus yang sejati”.
Paus Benediktus XVI, dalam ensiklik “Deus Caritas Est” (“Allah adalah kasih”, 2005) menegaskan, bahwa kita ini menjadi orang kristiani bukan karena kita sekadar memutuskan memiliki suatu sikap hidup yang memang tinggi dan ideal mutu etikanya, melainkan lebih karena kita telah menjumpai seorang Pribadi, yang begitu mengasihi kita, sampai Ia menyerahkan diri-Nya bagi kita! Karena Allah mengasihi kita (1 Yoh 4:10), maka kasih bukanlah hanya suatu perintah, melainkan suatu jawaban kepada kasih Allah, yang menyatukan diri-Nya dengan kita.
Banyak orang memiliki kartu identitas, atau “business card”. Ibu Teresa dari Kalkuta juga memiliki kartu. Tetapi pada kartunya tidak tercetak jabatan dan alamatnya. Hanya tercetak kata-kata ini: “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah kasih. Buah pelayanan adalah damai. Tuhan memberkati Anda. Ibu Teresa”. Tak tertulis alamat, nomor telpon, e-mail atau fax-nya. Memang kita tidak membutuhkan kontak dan informasi dari dia, tetapi IbuTeresa dapat kita hubungi selalu di dalam persekutuannya dengan para kudus. Ibu Teresa memberi pelajaran kepada kita untuk mengasihi Allah dan sesama kita dalam kesatuan persaudaraan yang utuh. Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama tidak terpisahkan. Kasih kita kepada Allah tidak otentik bahkan palsu, apabila tidak ada kasih kepada sesama.
Bacaan hari ini: Ul. 6:2-6; Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab; Ibr. 7:23-28; Mrk. 12:28b-34.