Sabda Hidup
Minggu, 10 Mei 2020, Minggu Paskah V
“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku,” (Yoh 14: 1)
Sabda Tuhan yang sungguh meneguhkan. Akan tetapi, mungkin banyak yang berpikir, apakah itu realistis? Bagaimana mungkin Yesus mengatakan supaya kita tidak gelisah, tidak khawatir, sedangkan dalam kenyataan hidup kita berhadapan dengan begitu banyak masalah dan bahaya.
Misalnya, keamanan kita terancam oleh perang dan kekerasan: bangsa melawan bangsa, suku yang satu melawan suku yang lain, golongan yang satu melawan golongan yang lain. Misalnya saja, ketegangan Amerika dengan China semakin meningkat saat ini. Pun kekerasan senantiasa terjadi di sekitar kita. Apalagi justru di saat pandemi sekarang ini kejahatan justru nampak meningkat.
Planet bumi kita ini juga terancam dengan pemanasan global yang bisa membawa dampak kehanciran: akan meningkatkan temperatur permukaan paling tidak 5 derajat pada tahun 2050; kondisi cuaca seluruh dunia akan terdampak, bahkan saat ini kita sudah mulai mengalami musim yang tidak lagi teratur.
Belum lagi bencana alam yang dapat setiap saat mengancam. Saat ini pun kita masih dibebani dengan kekhawatiran dan kecemasan. Kapan pandemi Covid-19 berakhir? Hingga tadi malam, kasus infeksi Corona Virus sudah mencapai 4,035,082 kasus. Sudah 276.713 orang meninggal. Belum lagi dampak pandemi ini terhadap pelbagai bidang hidup yang menimbulkan ketidakpastian. Bagaimana mungkin kita tidak cemas dan gelisah?
Belum lagi kekhawatiran-kekhawatiran dan kecemasan pada level pribadi: kapan bayar hutang… anak mau lanjut sekolah atau kuliah… kondisi kesehatan yang mencemaskan… pekerjaan yang terancam PHK…. dan masih banyak kecemasan lainnya.
Ada seorang perempuan bernama Delia. Ia mengalami masa kecil yang tidak membahagiakan, terlalu banyak luka yang ia alami. Titik balik dalam hidupnya terjadi ketika ia menikah dengan David, seorang pemuda yang sungguh amat baik dalam pelbagai aspek. Dalam perkawinan itu ia mengalami kehidupan yang tenang, stabil dan kebahagiaan yang tak pernah ia alami selama ia bertumbuh. Lalu lahirlah anak pertama, dan dalam proses kelahiran itu, ditemukanlah bahwa Delia menderita sklerosis ganda (multiple sclerosis).
Delia dan David tidak mengerti: mengapa? Tetapi mereka sungguh berserah kepada Tuhan dan berbuat banyak untuk sesama di sekitarnya. Sungguh hidup mereka memperkaya kehidupan orang-orang di sekitarnya. Tak lama sebelum Delia meninggal di usianya yang masih menjelang 40 tahun, teman-temannya bertanya kepadanya, mengapa ia begitu percaya pada kebaikan Tuhan.
“Tidak pernahkah kamu ragu akan kebaikan-Nya?” tanya temannya.
“Tidak,” jawab Delia. “Karena aku percaya bahwa Ia tidak pernah meninggalkan aku.”
Meskipun Delia meninggal, ia meninggal dalam damai. Imannya yang teguh tak pernah membiarkannya “hancur” meski ia menderita.
Iman tentu saja tidak boleh membuat kita bersikap fatalistik atau membuat kita lari dari tanggungjawab kita. Jika anda dapat menyelesaikan permasalahan anda, maka berusahalah semaksimal mungkin untuk memecahkan masalah anda. Tuhan tak pernah memberikan beban melebihi kemampuan kita untuk memikulnya. Tetapi jika situasi yang kita alami sungguh melampaui kemampuan kita, maka kita hanya dapat menerimanya dengan sabar dan mempersembahkan apa yang kita derita kepada Tuhan.
Seorang teolog dari Jerman, Reinhold Niebuhr mengatakannya dalam doa: “Tuhan, berilah aku ketenangan untuk menerima segala sesuatu yang tak dapat kuubah; keberanian untuk mengubah apa yang dapat kuubah; dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan antara keduanya.”
God, grant me SERENITY to accept the things I cannot change; COURAGE to change the things I can change; and WISDOM to know the difference between both.”
Jadi, dalam situasi yang paling buruk pun, janganlah kita kehilangan harapan. “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.”
Dari pasar pulang belanja
Dibungkus aneka warna
Jangan pernah berputus asa
Pada Yesus kita percaya!
Bacaan Misa hari ini: Kis. 6:1-7; Mzm. 33:1-2,4-5,18-19; 1Ptr. 2:4-9; Yoh. 14:1-12.