Sabda Hidup
Kamis 30 Juni 2022, Kamis Pekan Biasa XIII
Bacaan: Am. 7:10-17; Mzm. 19:8,9,10,11; Mat. 9:1-8.
“Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”
(Mat 9: 2)
Perikope Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang menyembuhkan seorang lumpuh. Dibawalah kepada-Nya seorang yang lumpuh. Ketika Yesus melihat iman mereka yang membawa si lumpuh itu Ia berkata: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Seperti biasanya, ahli-ahli Taurat terusik hati mereka, sebab hanya Allah dapat mengampuni dosa sehingga mereka berkata, “Ia menghujat Allah.”
Pengampunan adalah penerimaan. Pengampunan adalah pengakuan akan martabat orang lain terlepas dari ketidaksempurnaannya. Orang dalam Injil hari ini adalah seorang lumpuh. Ia secara fisik tidak sempurna, seseorang yang terpinggirkan dan dihindari.
Keyakinan agama di zaman Yesus melarang berhubungan dengan orang-orang seperti itu. Penyakit adalah tanda-tanda hukuman atas dosa dan berurusan dengan orang sakit berarti berbagi hukuman/kutukan karena dosa yang membuat orang tersebut najis dan tidak bersih, melumpuhkannya, menghalanginya memasuki bait Allah untuk beribadah. Yesus merobohkan tembok pemisah ini dan memberikan kepada orang-orang sakit penerimaan, perhatian dan pengampunan yang layak didapatkan. Pengampunan memanusiakan.
Dalam masyarakat kita, ada banyak orang yang sedang sakit. Bukan hanya mereka yang sakit fisik tapi juga mereka yang telah menjadi masalah bagi kita karena perilaku mereka, sikap acuh tak acuh dan dan perilaku-perilaku yang tidak pantas. Mereka dianggap sebagai “penyakit” masyarakat dan ditolak. Apakah kita juga berpaling dari mereka? Atau merangkul dan memanusiakan mereka?