Sabda Hidup
Minggu, 19 September 2021, Minggu Biasa XXV Tahun B
Bacaan hari ini: Keb. 2:12,17-20; Mzm. 54:3-4,5,6,8; Yak. 3:16 – 4:3; Mrk. 9:30-37.
Dalam Injil hari ini Yesus menegur para murid-Nya yang bertengkar tentang siapa yang terdahulu dan terbesar di antara mereka. Bagaimana kira-kira mereka bertengkar? Ada dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, setiap murid berkata: “Sayalah yang terbesar!” sedangkan yang lain menyangkalnya dengan berkata: “Oh bukan, bukan kamu! Sayalah yang terbesar!”
Kemungkinan kedua, setiap murid berkata satu terhadap yang lain, “Kamulah yang terbesar!” dan murid yang lain itu berkata, “Oh bukan! Bukan saya, tetapi kamulah yang terbesar!”
Pada kemungkinan yang pertama, setiap murid berusaha menempatkan dirinya lebih dari yang lain. Sedangkan pada kemungkinan kedua, setiap murid berusaha menjadi kecil dengan menempatkan murid yang lain lebih dari dirinya sendiri.
Biasanya kita berpikir bahwa para murid melakukan kemungkinan yang pertama. Karena itu Yesus menegur mereka, dan kita mengira bahwa Yesus tidak akan menegur mereka apabila masing-masing berusaha menjadi yang terkecil.
Akan tetapi, apabila Yesus menegur mereka karena masing-masing ingin menjadi yang terdahulu dan terbesar, mengapa Ia justru menunjukkan cara untuk menjadi yang terdahulu dan terbesar? Ia berkata, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”
Sering terjadi bahwa orang ingin menjadi yang terkecil, namun agar terlihat bahwa ia rendah hati. Tetapi tidak ada kerendahan hati yang sejati di sana. Sering terjadi juga di antara kita orang melakukan apa yang disebut humble bragging, pura-pura merendah padahal ia bermaksud untuk pamer, merendah untuk meroket. Sering terjadi juga pura-pura merendah untuk tidak mau melibatkan diri pada sesuatu.
Dalam perumpamaan tentang talenta (bdk Mat 25: 24 – 28), setiap orang dipanggil untuk berusaha menjadi “besar” dengan menerima anugerah dari Tuhan dan menggunakannya secara maksimal. Kerendahan diri sejati terletak dalam pemahaman dan penghayatan bahwa segalanya adalah anugerah; dan semuanya harus dikembalikan, dalam pelayanan kepada sesama.
Ketika setiap orang berusaha menjadi besar atas cara ini, tidak ada kompetisi, tak ada saling jegal dan menjatuhkan. Tak seorangpun menjadi yang terdahulu dari yang lain, seberapapun tingginya pencapaian yang ia raih. Tuhanlah yang nomor satu. Kita menerima anugerah dari-Nya untuk kita kembangkan secara maksimal demi kebaikan dan kesejahteraan bersama. Itulah cara menjadi besar dengan menjadi pelayan bagi semua.