Remah Harian

TRANSFIGURASI: DIBALIK LAPORAN PANDANGAN MATA

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Kamis, 6 Agustus 2020, Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya

Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Kata Petrus kepada Yesus: “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.”

(Mat.17:1-5)

Hari ini kita rayakan Pesta Yesus Menampakkan kemuliaan-Nya atau juga disebut Transfigurasi. Ini adalah hari yang kudus, merayakan salah satu peristiwa penting dalah hidup Yesus Kristus, tetapi sering kali kita lewatkan begitu saja.

Mungkin bagi banyak orang, hari pesta ini, punya arti yang amat kecil. Ketika kita mencoba melihatnya kembali, barangkali kita mulai ingat beberapa hal yang terjadi dalam peristiwa itu. Barangkali kita sekadar ingat bahwa dalam peristiwa itu: 1) Yesus membawa beberapa rasulnya ke puncak sebuah gunung, 2) Ia berubah rupa menjadi bercahaya, 3) lalu ada orang lain juga menampakkan diri bersama-Nya, dan 4) para rasul begitu terkesan dengan peristiwa itu.

Semoga kita tidak sekadar ingat garis besar peristiwa itu, tetapi dapat belajar lebih dalam darinya. Baiklah kalau garis besar peristiwa itu dapat menjadi acuan permenungan kita.

Tidaklah salah bila kita melihat peristiwa itu dari urutan peristiwanya. Akan tetapi, jika kita hanya ingat urutan peristiwa itu, maka tidak lebih sekadar menjadi laporan pandangan mata  saja ketimbang menjadi kenangan kudus dari seorang murid.

Dalam mengenangkan peristiwa Transfigurasi, kita, para beriman diundang untuk memahami kedalaman rohani dan arti pentingnya bagi kehidupan kita. Setiap peristiwa dalam hidup Yesus, Tuhan kita, adalah perbendaharaan harta kebijaksanaan surgawi dan pengenangan atasnya dapat menjadi sumber rahmat bagi setiap orang yang mendalaminya. Dan dalam hal ini peristiwa Transfigurasi mempunyai makna yang istimewa. Mengapa? Kebijaksanaan apa yang dapat kita timba dari Transfigurasi? Bagaimana peristiwa itu dapat membantu kita menghidupi identitas kita sebagai orang beriman dalam dunia sekarang ini?

Marilah sejenak kita kembali pada laporan pandangan mata atas peristiwa tersebut:

  • Yesus membawa tiga orang murid-Nya naik sebuah gunung yang tinggi. Mereka adalah Petrus, Yakobus dan Yohanes. Mereka adalah lingkaran intu dari para rasul. Setelah kebangkitan, mereka mendapatkan misi khusus: Petrus menjadi Uskup Roma, Yakobus melayani komunitas umat Yerusalem sebagai Uskup, dan Yohanes menjadi satu-satunya murid yang tidak wafat sebagai martir, sehingga ia dapat mendampingi generasi kedua orang-orang Kristen dan menulis “rangkuman” definitif atas hidup Yesus. Maka, salah satu poin yang dapat kita petik di sini adalah: barangsiapa diberi banyak, lebih banyak juga akan dituntut dari padanya.
  • Yesus berubah rupa. Wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Kemuliaan ini menjadi inti dari rangkaian peristiwa ini. Itulah sebabnya Yesus membawa ketiga orang kunci ini naik ke puncak gunung. Yesus menampakkan kepada mereka sekilas keilahian-Nya dan Allah Bapa menyatakan bahwa kepada-Nya lah Ia berkenan. Yesus menghendaki para rasulnya – yang adalah sahabat-sahabat-Nya – melihat sebagian dari kemuliaan-Nya dan mengetahui apa yang menantikan mereka dalam kehidupan kekal. Ia memperlihatkan kepada mereka mahkota dari salib apapun yang mereka pikul. Penyingkapan ini adalah suatu tindakan kasih. Ia memberikan kepada ketiga murid itu apa yang yang ingin dilihat oleh Musa dalam hidupnya dan apa yang menjadi inti dari nubuat para nabi. Pelajaran rohani yang dapat kita timba dari sini adalah kebenaran: dalam Yesus Kristus, kita melihat apa yang ingin dilihat oleh banyak orang tetapi mereka tidak melihatnya, dan kita mendengar apa yang ingin didengar oleh banyak orang tetapi tidak dapat mendengarnya. Dan kepada kita yang dikaruniai mata dan telinga rohani, kita akan melihat dan mendengar apa yanga telah dikaruniakan kepada kita. Berusahalah menghidupinya dengan sungguh-sungguh.
  • Lalu ada orang-orang lain dari masa lalu yang juga nampak. Mungkin hal seperti ini akan diremehkan – hah, mana mungkin orang-orang dari masa lalu nampak lagi… Dalam transfigurasi itu Musa dan Elia nampak bersama Dia, dan mereka bercakap-cakap tentang Sengsara yang akan datang. Musa adalah sang Pemberi Hukum dan Elia adalah nabi terbesar pada jamannya. Mereka telah beribu-ribu tahun sebelumnya meninggal dan pada peristiwa itu mereka nampak, menegaskan bahwa Yesuslah pemenuhan hukum dan nubuat para nabi, dan menekankan arti penting dari sengsara-Nya, yang akan menjadi Paskah, penebusan yang kekal. Dan apa yang dapat kita petik dari sini: anggur terbaik disimpan untuk yang terakhir. Yang lama disempurnakan dengan yang baru. Di sini, di dalam Yesus, kita menemukan sesuatu yang lebih besar dari Salomo dan Nabi Yunus. Yesus Kristus adalah penggenapan dari semua wahyu. Tuhan membuat segala sesuatu menjadi baru.
  • Dan akhirnya, dikatakan bahwa para murid begitu terpesona. Pernyataan ini tepat tetapi tidak lengkap. Mereka terpesona tetapi tenggelam dalam diri mereka sendiri. Mereka tidak dapat menangkap apa yang sedang mereka saksikan. Mereka tersungkur dan tidak ingin meninggalkan pengalaman luar biasa mulia itu. Mereka diubah secara radikal, dam kilasan kemuliaan itu memberi mereka harapan yang menuntun mereka untuk menerima pengejaran dan penganiayaan, penolakan dan penghinaan sepanjang hidup mereka. Mereka tela meliahat dan tahu apa yang menantikan mereka dalam hidup kekal, dan kebenaran itu membuat setiap penderitaan layak dijalani.

Berpuluh-puluh tahun kemudian, dalam suratnya, St Petrus menegaskan kembali apa yang telah disaksikannya dalam Transfigurasi itu: “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan,” (2 Pet 1: 16 – 17).

Pelajaran penting, yang diberikan sepanjang peristiwa dan narasinya, adalah keinginan Tuhan untuk membagikan cinta dan kemuliaan-Nya dengan umat manusia. Sementara surat Santo Petrus, suara rasul yang menasihati orang-orang percaya dengan kata-kata kasihnya: “Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu,” (2 Pet 1: 19).

Ini adalah undangan bagi kita semua. Ini adalah panggilan untuk menanggapi apa yang telah diberikan kepada kita, menghidupi apa yang telah diteladankan, dan berbagi kemuliaan yang telah dinyatakan.

Sambil merayakan pesta Transfigurasi ini, kita diingatkan bahwa ketika kita terlalu fokus pada masalah-masalah hidup maka kita telah memboroskan banyak waktu yang Tuhan berikan untuk mengalami “peristiwa tabor/transfigurasi” dalam hidup kita. Masakan langit selamanya mendung dan hari selamanya gelap? Tuhan pasti mengizinkan kita untuk mengalami “peristiwa tabor” di sela-sela penderitaan “kalvari” dalam hidup kita.

Akan tetapi kita juga diingatkan, ketika kita berada di puncak Tabor, hendaknya kita tidak lupa diri, terpisah dari pergulatan kehidupan nyata seperti kerinduan Petrus: “Tuhan, baiklah kami mendirikan tiga buah kemah di sini.” Tidak! Mereka tidak boleh selamanya di puncak Tabor! Transfigurasi adalah sebuah moment rohani di mana Allah memberi peneguhan dan kekuatan atas iman kita akan Putra-Nya. Kita harus kembali menatap dan menghadapi dunia nyata kita; dunia membutuhkan kita untuk saling berbagi dan menguatkan satu dengan yang lain, sambil menatap ke depan, kepada kemuliaan yang telah menantikan kita.

Bacaan Misa hari ini: Dan. 7:9-10,13-14Mzm. 97:1-2,5-6,92 Ptr. 1:16-19Mat. 17:1-9.

Gambar: The Transfiguration of Christ (1605), oil painting on canvas by Peter Paul Rubens (1577-1640). Musee de Beaux Arts of Nancy, France. 

Author

Write A Comment