Warta Kabar Baik Allah hari Minggu Biasa XXIV Tahun C hari ini mengingatkan kita akan Allah yang Maharahim dan Mahapengampun. Kepercayaan kita akan hal itu hendaknya mendorong kita untuk senantiasa berbalik kepada-Nya. Kepada kita disediakan satu cara untuk menyatakan tobat kita dan berbalik kepada Allah, yaitu dengan menerima Sakramen Pengampunan atau Sakramen Rekonsiliasi. Kita melakukan pengakuan dosa itu di hadapan seorang Imam.
Bagi orang Katolik, mengaku dosa kepada seorang imam adalah wajar dalam arti hal itu merupakan bagian dari ritual Sakramen Rekonsiliasi atau lazim disebut Sakramen Tobat. Namun, tidak jarang kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang mengusik.
Mereka yang mempertanyakan hal itu mungkin berujar, “Loh, romo kan manusia biasa, mengapa mengaku dosa kepadanya?” Atau mungkin mereka bertanya, “Mengapa tidak langsung mengaku dosa kepada Allah saja?” Mungkin yang lainnya lebih ekstrim lagi mencela,”Bukankah romo juga manusia biasa yang juga pernah berbuat dosa? Mengapa orang berdosa mengakukan dosa-dosanya kepada orang berdosa?”
Nah, kembali kepada pertanyaan utama kita, mengapa kita mengaku dosa kepada seorang imam? Ada beberapa alasan.
1. Dasar Kitab Suci
Dalam Surat Yakobus 5: 16, Allah, melalui Kitab Suci, memerintahkan kita untuk “saling mengaku dosa dan saling mendoakan.” Ingat bahwa Kitab Suci tidak memerintahkan kita untuk mengaku dosa langsung kepada Allah. Sekali lagi, Kitab Suci mengatakan untuk mengaku dosa kepada satu sama lain.
Lebih lanjut, di dalam Injil Matius 9: 6 Yesus mengatakan kepada kita bahwa Dia diberikan Kuasa di dunia ini untuk mengampuni dosa. Lalu, ditegaskan dalam ayat 8 bahwa kuasa itu diberikan kepada manusia, “Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.” (Matius 9: 8)
Lebih daripada itu, dalam Injil Yohanes 20: 21-23, kata-kata pertama saat Ia berkumpul bersama murid-muridnya sebelum kebangkitannya adalah “Damai Sejahtera besertamu. Seperti Bapa telah mengutus Aku, demikian pula Aku mengutus kamu.” Apa tugas Yesus di dunia sebagai utusan Bapa? Ya, seperti yang dikatakan dalam Injil Matius Bab 9 yakni Ia diberi kuasa untuk mengampuni dosa. Dan sekarang, Yesus mengutus murid-muridNya dengan kuasa yang sama sama seperti Bapa telah mengutusNya yakni kuasa untuk mengampuni dosa. “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yohanes 20: 22-23).
2. Seorang Romo bertindak sebagai “In Persona Christi”
Dalam agama Katolik, ada berbagai macam nama yang berbeda-beda terhadap sakramen ini yakni, Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat, Sakramen Rekonsiliasi dimana dari semua nama tersebut tetap saja seorang Katolik mengaku dosanya kepada seorang Romo atau Imam Katolik. Dalam sakramen ini, seorang romo atau imam bertindak sebagai “In Persona Christi” atau dalam Pribadi Kristus.
Jadi, sesungguhnya bukan pribadi Imam itu yang mengampuni dosa, tetapi Yesus Kristus melalui Imam yang adalah pelayan sakramen imamat bertindak mengampuni dosa. Maka, saat absolusi si pengaku dosa akan mendengar kata-kata dari Imam, “Aku melepaskan kamu dari dosa-dosamu dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus.”
3. Semua Sakramen adalah Komunikasi Rahmat Allah
Memang sih, orang Katolik perlu mengakui bahwa tidak semua romo itu suci. Namun, berkaitan dengan sakramen, pertama; rahmat dari sakramen itu selalu ada pada dirinya sendiri. Itu artinya entah sakramen imamat atau sakramen perkawinan, atau sakramen ekaristi, selalu ada rahmat yang kita terima. Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah bagaimana disposisi batin kita.
Jika seorang imam, atau seorang Bapa keluarga menyia-nyiakan sakramen itu, tidak ada efeknya bagi dia. Dengan demikian, si pengaku dosa sebagai orang yang dibaptis dan si Romo sebagai pelayan sakramen imamat sama-sama membutuhkan sikap batin yang tepat dan persiapan supaya menerima rahmat dari Allah.
Rahmat yang diterima melalu sakramen tobat yakni, kita disembuhkan oleh Yesus, disatukan kembali dengan komunitas Gereja, dikuatkan, dan tentu saja diampuni dosa-dosa kita.
4. Tindakan Kerendahan Hati
Setiap dosa, entah pribadi maupun sosial, merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah. Seperti Adam dan Hawa, dipenuhi dengan kesombongan melalui kesadaran dan kebebasan mereka, kita memutuskan apa yang terbaik bagi kita daripada membiarkan Allah memutuskan bagi kita.
Secara klasik, dosa didefinisikan sebagai melanggar perintah Tuhan dengan sengaja dan memilih hal-hal yang “rendah”. Karena semua dosa pada akhirnya melibatkan kesombongan, sakramen penebusan dosa adalah tindakan kerendahan hati sejati yang melawan serangan kebanggaan dan kesombongan itu.
Ini adalah pengalaman yang rendah hati untuk mengakui kesalahan terdalam seseorang kepada orang lain, meskipun orang itu, seorang Imam, bertindak atas nama Kristus. Dengan tindakan kerendahan hati ini, kita menyatakan kepada Allah betapa menyesalnya kita bahwa kita berbalik dari-Nya.
5. Rekonsiliasi
Dosa tidak hanya memisahkan kita dari Tuhan, tetapi juga mengganggu hubungan kita dalam tubuh mistik, Gereja. Dosa memutuskan kita dari hubungan itu.
Oleh karena itu sakramen rekonsiliasi tidak hanya memulihkan hubungan kita dengan Tuhan, tetapi juga mengembalikan kita kepada Gereja. Lebih lagi, ibarat “Tubuh Kristus” jika satu anggota tubuh sakit, maka semua bagian tubuh sakit.
Maka dengan pengakuan dosa, kita disembuhkan dan semua anggota tubuh pun sehat serta bersukacita bersama. Itulah sebabnya orang Katolik perlu dan dengan sadar dan sukarela mengaku dosa kepada Imam yang bertindak sebagai persona Christi.