Sabda Hidup
Minggu, 7 Februari 2021, Minggu Biasa V Tahun B
Ada seorang suami dan ayah dari tiga anak yang setia. Usianya baru 47 tahun, seorang dokter yang dihormati di tengah masyarakat karena murah hati; dan anggota yang sangat aktif di paroki.
Tapi kini ia terbaring di rumah sakit, menanggung rasa sakit yang tak tertahankan; hidupnya mungkin tinggal hitungan hari. Kanker telah menyebar dari pankreas ke seluruh perutnya. Ada satu pertanyaan yang tidak terjawab dalam pikirannya dan di benak keluarga serta teman-temannya: “Mengapa?”
Pengalaman bapak itu menggambarkan pertanyaan abadi kita: “Mengapa orang, termasuk orang yang baik, harus menderita?”
Terlebih lagi, orang bisa bertanya-tanya, mengapa mereka yang sama sekali tidak peduli tentang Tuhan, agama dan moralitas tampaknya makmur, sementara mereka yang baik dan takut akan Tuhan didera dengan pelbagai macam cobaan dan penderitaan.
Bacaan pertama hari Minggu kelima ini, merupakan bagian dari pergumulan Ayub, mengapa ia harus menderita kehilangan ribuan ternaknya, musuh-musuhnya melarikan unta-untanya, ketujuh putranya dan tiga putrinya tewas sampai mati setelah angin kencang menghantam rumah mereka. Itu pun tidak cukup. Iblis menghantam Ayub dengan borok yang menutupi seluruh tubuhnya.
Istrinya malahan mengejeknya, membujuknya untuk menyangkal Tuhan. Ayub menjawab: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (Ayub 2: 10)
Kisah Ayub mengajarkan bahwa hidup yang baik dan setia di dunia ini bukanlah jaminan bahwa kita kebal dari cobaan dan penderitaan.
Tapi kisah Ayub juga mengajarkan, bahwa jika seseorang setia dan sabar di tengah penderitaan, dia akan diganjar seperti Ayub pada akhirnya.
Yesus peduli dengan penderitaan manusia dalam segala bentuknya seperti yang ditunjukkan dalam Injil hari ini. Kita menjumpai Dia yang menyembuhkan orang-orang yang menderita berbagai macam penyakit, termasuk demam dari ibu mertua Petrus (Mk 1:30). Ada lelucon yang mengatakan bahwa Petrus mempunyai “dendam” dengan Yesus. Dia menyangkal Yesus tiga kali karena Dia menyembuhkan ibu mertuanya! J [Tetapi ibu mertua tidak selalu menjadi masalah bukan?]
Yesus tidak menghapus penderitaan sama sekali. Bahkan Ia sendiri harus mengalami penderitaan yang mengerikan. Ia mengajarkan bahwa penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari eksistensi manusia – “sebuah masalah yang tidak bisa dipecahkan, tapi sebuah misteri yang harus dijalani.”
Akan tetapi, tidak semua penderitaan tak terelakkan. Banyak penderitaan adalah BUATAN MANUSIA, kita sendirilah penyebabnya. Seorang suami, misalnya, yang pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan meneror seluruh lingkungan atau seorang yang menghabiskan gajinya untuk berjudi, menimbulkan penderitaan bagi keluarganya.
Kita tidak dapat membuat mukjizat seperti yang Yesus lakukan. Tetapi sebagian besar penderitaan dunia akan diminimalisir jika kita lebih peduli, lebih murah hati dan peka terhadap sesama kita.
Mari kita bertanya: Apakah kita ini penyebab penderitaan atau sarana penyembuhan Tuhan?
Bacaan hari ini: Ayb. 7:1-4,6-7; Mzm. 147:1-2,3-4,5-6; 1Kor. 9:16-19,22-23; Mrk. 1:29-39.