Sabda Hidup
Kamis, 8 Juli 2021, Kamis Pekan Biasa XIV
Pernahkah terpikir oleh anda, apabila setiap tarikan dan hembusan nafas kita harus membayar Rp. 1.000,00, berapa yang harus kita bayar? Jika setiap detik dari hidup kita, kita harus membayar Rp. 1.000,00, berapa yang harus kita bayar?
Tuhan memberi kita hidup secara cuma-cuma. Ia pun telah mengasihi kita tanpa syarat, bukan karena kebaikan kita, bukan karena jasa kita. Dia memperlakukan kita sebagai anak-anak-Nya. Tuhan mengasihi kita sebagai Bapa dan Ibu kita. Dia menyediakan semua kebutuhan kita. Bagi kita, Ia juga adalah Tuhan yang setia dan penuh belas kasih. Terlebih lagi, Tuhan adalah Tuhan yang mahapengampun.
Di hadapan Tuhan yang pengasih dan penuh belas kasih, apa yang harus kita lakukan? Kita dipanggil untuk melanjutkan misi Yesus mewartakan Kabar Baik dalam kata-kata dan perbuatan, mengasihi dengan cuma-cuma dan memberi dengan cuma-cuma. Kita telah menerima dengan cuma-cuma, dan karena itu kita memberi dengan cuma-cuma.
Saat ini, saat kita menghadapi pandemi yang semakin meluas, mari kita saling membantu. Banyak orang yang mengalami hidup mereka menjadi semakin berat dan membutuhkan bantuan. Bantuan sekecil apapun akan sangat berarti.
Kemarin saya temukan foto berikut ini dengan narasi seperti ini:
“Koh, boleh minta satu?”
“Ambil saja, ajak kemali kamu punya olang yang belum makan”
“Iya koh, tapi di rumah ada ibu dan adik saya 3 orang”
“Haiyaa.. tak apalah, cuma ini lejeki yang bisa owe kasi. Semua olang sedang susah ha. Tapi halus tetep makan”
“Kamsia, koh”
“Xiexie”
Lelaki keturunan Tionghoa ini membuktikan dengan caranya sendiri, bahwa bentuk mata, warna kulit, baju agama, bahkan suara cedal bukanlah halangan untuk menjadi manusia berhati emas.
Dia melakukan hal sederhana, sesuai kemampuannya yang mungkin biasa saja – namun dengan ketulusan yang luarbiasa.
Sumbangsihnya yang “sederhana” itu membuatnya jauh lebih bernilai dibanding para tokoh publik atau pemuka agama yang hanya bisa bikin sensasi. Juga para pemimpin tak becus kerja yang hanya cengengesan, atau marah tak jelas dan ngawur.
Lelaki bermata sipit ini ternyata memiliki “mata hati” yang lebar, untuk menatap penderitaan sesama warga.
Lalu ia membuka pintu hatinya selebar-lebarnya. Dan di dalam ruang hatinya itulah bersemayam ketulusan serta cinta.
Wahai Engkoh yang mulia, di manapun engkau berada – ingin kukirimkan hormat terbaikku untukmu.
Sehat selalu Koh…
Catatan:
Narasi yang menyertai foto itu mungkin direka-reka, sebab setelah saya coba telusuri saya dapatkan foto yang sama di sini: https://cibaikia.com/2021/07/06/viral-photo-of-hawker-uncle-offering-free-food-to-the-hungry-restores-faith-in-humanity/
Walau demikian, makna pemberian itu tidak direka-reka. Bantuan sekecil apapun tak kehilangan makna.
No one has ever become poor by giving. Tak seorangpun pernah menjadi miskin karena memberi.
Bacaan hari ini: Kej. 44:18-21,23b-29; 45:1-5; Mzm. 105:16-17,18-19,20-21; Mat. 10:7-15.