Sabda Hidup
Minggu 20 Desember 2020, Minggu Advent IV
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
(Luk 1: 38)
Hari ini kita rayakan Minggu Advent IV. Dalam beberapa hari lagi, kita rayakan kelahiran sang Juruselamat. Mungkin lebih dari saat-saat lain, kita dapat merasakan kedekatan Tuhan dengan kita dan dengan lebih mudah kita membuka hati bagi-Nya.
Bacaan hari ini mengisahkan kabar Malaikat kepada Maria, peristiwa yang menghantarnya kepada Natal pertama. Merenungkan imannya, membantu kita mempersiapkan diri untuk memasuki misteri Natal.
Mari kita perhatikan apa yang terjadi dalam pembicaraan Maria dengan Malaikat Gabriel.
Maria mendengarkan. Malaikat memberitakan bahwa Sang Juruselamat akan lahir melalui dia dan dia mendengarkan. Kebesaran Maria datang melalui mendengarkan dengan penuh iman. Ia mendengarkan, bertanya, dan akhirnya menerima menjadi hamba Tuhan.
Doa, pertama-tama adalah mendengarkan. Kita bisa bertanya tetapi jawabannya akan datang melalui mendengarkan. Bukan hanya dalam hubungan dengan Allah kita mendengarkan. Ketika ada masalah dalam keluarga, seringkali itu terjadi karena kita kurang mendengarkan. Kita siap dengan jawaban, tetapi tidak menjawab pertanyaan.
Maria menerima. Maria merasa ‘galau’ bahkan sejak mendengar salam dari malaikat. Tetapi malaikat menguatkannya, “Jangan takut…. “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah,” (Luk 1: 35). Kata-kata Malaikat itu yang membawa Maria kepada suatu penerimaan.
Salah satu kata penting dari peneguhan malaikat itu adalah “menaungi”. “Kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau.” Sebuah kata yang jarang dipakai dalam Kitab Suci. Dalam Perjanjian lama, kita dapat menemukan kata yang sama dalam Kitab Keluaran. Walau diterjemahkan dengan kata yang berbeda, sebenarnya dipakai kata yang sama: “Lalu awan itu menutupi Kemah Pertemuan, dan kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci, (Keluaran 40: 34). Dalam Kemah Suci itu tersimpan Tabut Perjanjian.
Pilihan kata itu oleh Lukas, bukanlah kebetulan tetapi memiliki makna simbolis. Lukas membandingkan (tubuh) rahim Maria sebagai kemah suci di mana “Tabut Perjanjian” dengan kedua loh batu dengan 10 perintah Allah disimpan. Rahim Maria menjadi “kemah” di mana Yesus “ditampung”. Maka kuasa Allah “menaungi” Maria dan kemuliaan Tuhan memenuhi Maria.
Di sini kita dapat merenungkan bagaimana Allah hadir dalam hidup kita. Allah hadir atas pelbagai macam cara. Allah hadir dalam ciptaan-Nya. Allah menempatkan daya hidup, kuasa-Nya, dalam ciptaan. Ia hadir dalam sabda-Nya dalam Kitab Suci. Allah hadir dalam diri Yesus, dalam tubuh dan darah-Nya.
Maria percaya. Dengan kerendahan hati ia percaya, oleh sebab itu Malaikat berkata: “Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu, sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil,” (Luk 1: 36 – 37). Kata-kata yang penting di sini adalah: “Bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Sebelum kuasa Allah menaungi Maria, tidak ada harapan bagi dunia. Kuasa dosa dan kegelapan merajalela. Umat manusia tak punya harapan akan keselamatan. Elisabeth tak mempunyai harapan akan melahirkan seorang anak karena ia sudah tua dan mandul. Maria juga tak punya harapan, “Bagaimana mungkin hal itu terjadi karena aku belum bersuami,” kata Maria. Tapi kuasa Tuhan yang menaungi Maria mengubah segalanya. Semuanya berubah ketika Yesus masuk ke dalam dunia melalui Maria.
Maria percaya sepenuhnya kepada Allah. Ia tidak hanya menerima kebenaran ilahi, tetapi meresapinya dan membiarkan kebenaran itu tumbuh dalam dirinya. Itulah yang ada dalam kata-katanya: “Aku ini adalah hamba Tuhan.”
Maria taat. Ketaatannya nyata saat ia mengatakan: “Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu,” (ayat 38). Ia taat karena ia mengasihi Allah. Ia mengasihi Allah sehingga ia mempercayakan diri kepada-Nya dan taat. Sepanjang hidupnya adalah “ya” yang dihayati sepenuh hati. Itulah yang menjadikannya “Bunda Allah”. Ia menjadi bunda Allah dalam dua makna. Pertama, ia secara fisik menjadi bunda Kristus, mengandung dan melahirkan-Nya. Ini hanya satu kali dan tak pernah terulang, suatu kehormatan yang tak akan dialami oleh siapapun. Namun, kedua, ia juga menjadi Bunda Kristus dalam arti spiritual. Secara rohani, menjadi ibu Kristus, dapat dilaksanakan oleh setiap orang Kristen. Kita, semua umat beriman dapat dan ahrus menjadi “ibu” bagi Kristus, di mana kita membawa Kristus ke manapun dan di manapun kita berada. Itu merupakan tugas yang tidak gampang.
Mari kita mohon agar kita dapat mendengarkan, percaya dan taat seperti Maria, agar kita dapat menjadi bunda Kristus di manapun kita berada.
Bacaan Misa hari ini: 2Sam. 7:1-5,8b-12,14a,16; Mzm. 89:2-3,4-5,27,29; Rm. 16:25-27; Luk. 1:26-38.