Remah Harian

MEMUTUS RANTAI KEBENCIAN

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Senin, 14 Juni 2021, Senin Pekan Biasa XI

“Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu…..”

(Mat 5: 38 – 39)

Orang berpikir bahwa dengan membalas dendam mereka akan mendapatkan damai dan keadilan. Bisakah seseorang merasa tenang setelah membalas dendam? Kebencian menghasilkan kebencian dan kekerasan menghasilkan kekerasan. Ketika kita menyimpan dendam di hati kita, ketika kita berpikir untuk membalas dendam, kita sendirilah yang lebih dulu menderita: konsentrasi kita hilang, kedamaian dan ketenangan terasa jauh; kita menjadi murung, tidak ada selera makan, kita tidak fokus, dst. Karena kita terus menerus berpikir tentang ketidakadilan yang telah dilakukan terhadap kita atau luka yang kita derita, ketenangan dicuri dari diri kita.

Untuk menyelamatkan umat manusia dari penjara kepahitan dan kemarahan, Yesus menyarankan satu-satunya obat yang pasti: PENGAMPUNAN. Kebencian tidak dapat mengakhiri kebencian, kekerasan tidak dapat mengakhiri kekerasan. Hanya pengampunan yang penuh kasih yang dapat mengakhiri rantai kebencian dan kekerasan. Ketika kita memaafkan orang lain, kita mendapatkan pahala di hadapan Tuhan yang juga mengampuni dosa-dosa dan kesalahan kita. Ketika kita memaafkan, kita membangun persahabatan dan jembatan baru. Oleh karena itu, orang yang memaafkan tidak pernah menjadi pecundang, tetapi pemenang.

Kita punya contoh nyata dari para pemaaf yang heroik, yang memiliki nilai tambah bagi kehidupan Kristen kita, seperti Nelson Mandela, yang memaafkan mereka yang menahannya di penjara selama 27 tahun dan masih bekerja untuk pengampunan dan rekonsiliasi di antara suku-suku Afrika yang dilanda perang. Kita juga punya St. Yohanes Paulus II yang mengampuni Mehmet Ali Ağca yang menembaknya. Setelah penembakan tersebut, Yohanes Paulus II meminta agar “…berdoa bagi saudara saya (Ağca), yang sudah saya maafkan setulus-tulusnya.” Pada 1983, tepatnya dua hari setelah Natal, pada 27 Desember 1983, Paus menjenguk pembunuhnya di penjara Italia di mana Ağca ditahan. Keduanya bercakap-cakap dan berbincang-bincang beberapa lama. Setelah pertemuan ini, Paus kemudian berkata: “Apa yang kita bicarakan harus merupakan rahasia antara dia dan saya. Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya.”

Pada tanggal 27 Desember 2014, 33 tahun setelah kejahatan yang dilakukannya, Mehmet Ali Ağca memperlihatkan diri kepada publik di Vatikan untuk meletakkan bunga-bunga mawar putih di makam Santo Yohanes Paulus II yang baru saja dikanonisasi. Sebenarnya ia ingin bertemu dengan Paus Fransiskus tetapi keinginannya tidak dikabulkan.

Teladan mereka telah membuktikan bahwa apa yang diajarkan Kristus dalam Injil dapat kita lakukan.

Enak nian makan siomai
minumnya es buah duren
Mari jadi pembawa damai
itu jauh lebih keren…….

Bacaan hari ini: 2Kor. 6: 1-10; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4; Mat. 5:38-42.

Author

Write A Comment