Remah Mingguan

MEMIHAK KEHIDUPAN

Pinterest LinkedIn Tumblr

Sabda Hidup

Minggu, 27 Juni 2021, Minggu Biasa XIII Tahun B

“Dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!”

(Mrk 5: 41)

Bacaan-bacaan hari ini, Minggu Biasa XIII, berbicara tentang hidup dan usaha-usaha untuk memelihara kehidupan. “Maut tidak dibuat oleh Allah, dan Iapun tak bergembira karena yang hidup musnah lenyap,” demikian kata Kitab Kebijaksanaan dalam bacaan pertama (Keb 1: 13). Allah kita adalah Allah Kehidupan, yang kehendak-Nya bagi kita terungkap dalam kata-kata seperti ada, tidak binasa, baka, keselamatan. Allah memanggil kita untuk “berjalan dalam terang Kristus’” dan bukan dalam “kegelapan kebencian dan dosa” yang adalah kematian.

Oleh sebab itu, kita harus memihak pada kehidupan, melawan kematian. Itu juga berarti bahwa kita melawan apa saja yang mengancam kehidupan (budaya kematian).

Injil hari ini bertutur tentang dua peristiwa penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus yaitu penyembuhan seorang perempuan yang telah 12 tahun menderita pendarahan dan penyembuhan anak kepala rumah ibadat yang bernama Yairus [bahkan Yesus mengembalikan kehidupan pada anak Yairus ini]. Penyembuhan-penyembuhan ini menunjukkan bahwa Yesus menghendaki kehidupan, Ia menghendaki hidup dalam kepenuhan, full life. Yairus memohon: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” “Disembuhkan” juga berarti “diselamatkan” atau “selamat”: dihantar menuju hidup dalam kepenuhan (full life) yang adalah inti dari keselamatan. Yesus sendiri bersabda: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh 10: 10).

Bacaan kedua berbicara tentang bentuk lain dari ancaman terhadap kehidupan: kemiskinan. Tak seorangpun boleh hidup dalam kekurangan. Paulus berkata: Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.” (2 Kor 8: 14). Keseimbangan yang dimaksud adalah kesetaraan dalam hidup.

Kita hidup dalam masyarakat yang sering kali hanya bermanis bibir dalam menghargai kehidupan, dan tidak dengan serius berjuang untuk kualitas hidup yang seimbang. Kristus menantang kita untuk membangun masyarakat yang menghargai kehidupan dan menyelamatkan sesama dari maut dan kematian.

Semua orang berhak untuk hidup secara bermartabat, tidak ada seorangpun yang dikecualikan. Usaha untuk kehidupan yang bermartabat itu adalah usaha bersama. Untuk itu perlulah kita melawan budaya kematian yang antara lain menampakkan diri dalam ketidakpedulian.

Dalam Ensiklik Fratelli Tutti, Paus Fransiskus berkata:

“Dalam dunia kita saat ini, rasa memiliki satu keluarga manusia menjadi kabur, dan cita-cita untuk bekerja bersama bagi keadilan dan perdamaian nampak seperti utopia yang ketinggalan jaman. Yang berkuasa justru ketidakpedulian yang sejuk, nyaman dan mengglobal, lahir dari kekecewaan mendalam yang tersembunyi di balik ilusi yang menipu: berpikir bahwa kita semua berkuasa, sementara gagal menyadari bahwa kita semua berada di perahu yang sama.”

Paus Fransiskus, Ensiklik Fratelli Tutti, no. 30

Sahabat-sahabt, sekecil apapun kepedulian kita, amat berguna bagi usaha bersama untuk kehidupan bersama yang bermartabat. Bersama Yesus, kita perjuangkan hidup. Hidup dalam kelimpahan, full life.

Bacaan hari ini: Keb. 1:13-15; 2:23-24; Mzm. 30:2,4,5-6,11,12a,13b; 2Kor. 8:7,9,13-15; Mrk. 5:21-43

Author

Write A Comment