Sabda Hidup
Kamis 14 Januari 2021, Kamis Pekan Biasa I
“Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
(Mrk 1: 40 – 41)
Salah satu protokol kesehatan, untuk memutus rantai penularan Covid-19 adalah menjaga jarak. Itu memang perlu di masa pandemi ini. Akan tetapi, dalam kehidupan kita, tidak jarang baik secara pribadi maupun bersama-sama kita “menjaga jarak” dengan seseorang. Alasannya bermacam-macam: karena status sosial, stigma, latar belakang, dianggap orang berdosa, dan pelbagai alasan yang lain.
Hukum membuat penderita kusta dikucilkan, dan penderita kusta sendiri diharapkan untuk menjaga jarak mereka dari orang lain, karena najis (Im 13: 45s). Bahkan seringkali orang yang menderita penyakit kulit tertentu dianggap kusta. Terlebih lagi, penyakit kusta dianggap sebagai hukuman atas dosa-dosa orang itu, atau dosa orang tua, atau leluhurnya. Mereka dikucilkan secara sosial dan religius.
Yesus, Sang Sabda yang menjadi manusia, datang untuk memangkas jarak. Ia tidak hanya peduli dari kejauhan, bahkan orang kusta sekalipun. Untuk menyembuhkannya, Yesus tidak hanya berbicara kepadanya, tetapi menjamah dia. Dengan menjamah si penderita kusta, Ia melakukan apa yang tidak akan dilakukan oleh orang lain (Im 5: 3).
Inkarnasi menyiratkan bahwa Tuhan datang untuk menyentuh hidup kita dengan cara yang sangat nyata, apapun kondisi kita. Si penderita kusta tidak yakin apakah Yesus ingin menyembuhkannya, seperti nampak dari apa yang ia katakan kepada Yesus, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Yesus menunjukkan bahwa Ia mau menyembuhkannya, bukan hanya dengan kata-kata tetapi dengan menjamah dia. Ia menyembuhkan bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara rohani dan sosial,
Yesus ingin menjamah seluruh hidup kita. Ia ingin kita hidup, hidup dalam kepenuhan. Tak ada suatu apapun yang menghalangi sentuhan-Nya. Seperti Paulus katakan “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rom 8: 35). Tuhan menjamah hidup kita, di manapun, kapanpun, dalam situasi apapun. Yang kita butuhkan hanyalah inisiatif dari kita, membuka diri, mendekatkan diri, seperti si penderita kusta. Kita yang dijamah oleh-Nya pada giliran-Nya diutus untuk “menjamah” orang lain dengan kasih yang menyembuhkan dan memulihkan.
Bacaan Misa hari ini: Ibr 3: 7 – 14; Mrk 1: 40 – 45