Sabda Hidup
Selasa, 16 Juni 2020, Selasa dalam Pekan Biasa XI
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu,” (Mat 5: 43 – 44)
Ketika kita membenci musuh kita, kita memberikan mereka kuasa atas kita: kuasa atas tidur kita, atas selera makan kita, atas tekanan darah kita, atas kesehatan dan kebahagiaan kita.
Rasanya kita setuju bahwa perintah Yesus ini adalah perintah yang sulit. Akan tetapi, mengapa kita perlu memaafkan? Paling tidak ada 3 alasan:
Pertama, apakah dengan tidak mau mengampuni kita dapat menyakiti orang yang telah bersalah kepada kita? Tidak. Justru dengan dengan memaafkan kita membebaskan diri kita.
Kedua, tidak mengampuni adalah beban berat untuk dipikul. Kita seakan memikul sebongkah batu yang kita bawa ke mana-mana untuk dilemparkan kepada orang yang menyakiti kita. Ini menguras energi dan melelahkan. Bukankah lebih baik bagi kita meletakkan batu itu? Membenci orang itu layaknya membakar rumah kita sendiri untuk menyingkirkan seekor tikus.
Ketiga, kita akan menjadi lebih sehat jika kita memaafkan ketimbang bersusah hati dengan dendam. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa dengan mengampuni kita juga merawat diri kita.
Kita diingatkan bahwa untuk menjadi orang Kristen sejati, kita tidak hanya menjadi manusia yang benar-benar baik. Kita juga harus berpikiran terbuka dan murah hati dalam hubungan kita dengan orang lain. Bukankah kita diciptakan menurut gambar Allah yang penuh belas kasih? “Hendaklah engkau murah hati seperti Bapamu murah hati!” (Luk 6: 36). Dengan kata lain, “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,” (Mat 5: 48).
Bila semua salah orang kita timbun
Sampah pergaulan akan bebani diri
Bila kita saling memberi ampun
Seperti Bapa kita bermurah-hati.
Bacaan Misa hari ini: 1Raj. 21:17-29; Mzm. 51:3-4,5-6a,11,16; Mat. 5:43-48.