Sabda Hidup
Minggu, 19 November 2023, Minggu Biasa XXXIII Tahun A
Bacaan: Ams. 31:10-13,19-20,30-31; Mzm. 128:1-2,3,4-5; 1Tes. 5:1-6; Mat. 25:14-30 (panjang) atau Mat. 25:14-15,19-21 (singkat).
Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
(Mat 25: 21. 23)
Sahabat-sahabat, cobalah hitung anugerah dan berkat yang telah kita terima dari Allah. Terlalu banyak yang telah kita terima. Kita telah menerima anugerah hidup, keluarga, sahabat-sahabat, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, dan segala hal yang membantu hidup kita. Kita dapat lanjutkan untuk melihat anugerah dan berkat pada level yang lebih tinggi. Kita menerima anugerah iman, pengampunan dosa melalui wafat dan kebangkitan Kristus, relasi yang terus berlanjut dengan Yesus melalui Ekaristi, sakramen-sakramen, doa, dan Kitab Suci. Kepada kita diberikan Ibu-Nya lagi sebagai Ibu kita. Sejauh mana kita menghargai setiap berkat dan anugerah yang telah kita terima? Apa yang telah kita lakukan terhadap anugerah-anugerah itu? Bagaimana kita mempergunakan semua anugerah itu? Apakah kita hanya pikir diri sendiri dan malas atau kita menggunakan anugerah-anugerah itu dengan baik?
St. Gregorius Agung (dalam homilinya yang ke-18 dari 40 homilinya) menerangkan perumpamaan yang disampaikan Yesus dalam Injil hari ini (Mat 25: 14 – 30) atas cara berikut. Bagi St. Gergorius Agung, orang yang bepergian ke luar negeri dan mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya itu adalah Yesus. Kepergian-Nya adalah kenaikan-Nya ke surga. Sekarang saat kita menantikan kedatangan-Nya di akhir zaman, kepada kita diberikan talenta-talenta untuk dipergunakan dengan baik. Kita masing-masing akan mempertanggungjawabkan dan akan diadili atas dasar penggunaan karunia-karunia yang kita terima itu.
Kita dapat melihat dalam perumpamaan tersebut, hamba yang menggunakan dengan baik talenta-talenta yang dipercayakan kepadanya, dinilai baik oleh tuannya, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia….Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu,” (Mat 25: 21. 23). Hamba yang tidak mempergunakan atau mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya menderita dalam pengadilan itu, “ampakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Mat 25: 30). Kita dapat membayangkan, beta terkejutnya ia. Ia telah malas dan memberikan macam-macam dalih, “aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam,” (Mat 25: 24). Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga pintar membuat alasan dan dalih?
Selalu ada kaitan antara bacaan pertama dan bacaan Injil. Apa yang disampaikan dalam bacaan pertama dipenuhi atau digambarkan dalam Injil. Isteri yang cakap dalam bacaan pertama (Ams 31) adalah hamba-hamba yang menerima talenta-talenta dan mengembangkannya atau mempergunakannya dengan baik. Sebagai hasilnya, ia mendapatkan kepercayaan dari suaminya (Ams 31: 11).
Bacaan kedua (1 Tes 5: 1 – 6) mengajak kita untuk siap sedia dan berjaga-jaga bagi akhir jaman. Salah satu cara berjaga-jaga adalah mempergunakan talenta-talenta dengan baik seperti diajarkan oleh Yesus dalam Injil.
Saya ingin melihat talenta dalam perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus (Matius 25:14-30) mengacu pada kebajikan. Kebajikan adalah kebiasaan baik yang dibangun dari waktu ke waktu dengan mempraktikkan apa yang baik. Oleh karena itu, kebajikan adalah sesuatu yang meningkat ketika kita melakukan hal yang benar. Seperti halnya kebajikan yang meningkat dengan melakukan hal yang baik, kebajikan juga membantu kita untuk melakukan hal yang baik. Kebajikan membantu kita untuk mengendalikan nafsu dan perilaku kita. Katekismus Gereja Katolik mengatakan bahwa kebajikan “memungkinkan kemudahan, penguasaan diri, dan sukacita dalam menjalani kehidupan yang baik secara moral” dan mereka “diperoleh dengan usaha manusia.” (Katekismus §1804) Dengan kata lain, sama seperti dua orang pertama dalam perumpamaan ini bekerja untuk meningkatkan talenta mereka, kita juga harus bekerja untuk meningkatkan kebajikan-kebajikan kita. Kebajikan tidak akan bertambah jika kita tidak melakukan apa pun. Ada empat kebajikan utama manusia dan kita menyebutnya kebajikan-kebajikan manusia karena alasan sederhana bahwa kebajikan-kebajikan itu “diperoleh melalui usaha manusia.” (Katekismus §1804), melalui pendidikan dan ketekunan. Keempatnya adalah kehati-hatian, keadilan, ketabahan, dan kesederhanaan (lihat Katekismus §§1803-1811).
- Kehati-hatian membantu kita untuk melihat apa yang benar-benar baik dalam setiap keadaan.
- Keadilan adalah memberikan kepada Allah dan sesama apa yang menjadi hak mereka.
- Ketabahan adalah bersikap teguh dalam kesulitan dan terus-menerus menginginkan apa yang baik.
- Kesederhanaan membantu kita untuk mengurangi kesenangan dan menyeimbangkan konsumsi barang.
Dalam perumpamaan ini, dua orang yang pertama berdagang dan melipatgandakan talenta mereka. Dengan kebajikan manusiawi, kita dapat melipatgandakan talenta kita:
- Kehati-hatian menuntun hati nurani kita saat kita membuat penilaian.
- Keadilan mendorong keharmonisan dalam hubungan.
- Ketabahan hati membantu kita menaklukkan rasa takut sehingga jika perlu kita bahkan dapat menghadapi pencobaan dan penganiayaan.
- Kesederhanaan membantu kita untuk menguasai kehendak kita dan menjaga keinginan kita dalam hal-hal yang terhormat.
Itu benar-benar merupakan penggandaan talenta.
Ada tiga kebajikan ilahi. (lihat Katekismus §§1812-1829) Kebajikan-kebajikan ini dicurahkan ke dalam diri kita oleh Allah sehingga kita menyebutnya kebajikan-kebajikan ilahi. Mereka adalah iman, pengharapan dan kasih.
- Iman adalah mempercayai semua yang telah Allah katakan dan wahyukan kepada kita dan yang Gereja ajarkan kepada kita karena Allah adalah kebenaran.
- Pengharapan adalah menginginkan surga dan hidup yang kekal.
- Kasih adalah mengasihi Allah di atas segalanya, dan mengasihi sesama kita demi Allah.
Dalam perumpamaan Injil, dua orang yang pertama berdagang dan melipatgandakan talenta mereka. Dengan kebajikan ilahi, kita membuka diri kita kepada Allah dan karya-Nya dalam hidup kita:
- Iman menuntun kita untuk mengakui iman kita, memberikan kesaksian tentang iman kita dan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik.
- Pengharapan memurnikan aktivitas kita sehingga memiliki surga sebagai tujuannya.
- Kasih membangkitkan kasih manusia dan menyempurnakannya seperti kasih ilahi.
Ketika kita bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih, kita bertumbuh sebagai gambar dan rupa Allah. Itu adalah pelipatgandaan talenta.
Ada satu lagi cara untuk melihat talenta-talenta dalam perumpamaan ini. Ketika kita menerima Sakramen Penguatan, uskup berdoa agar kita menerima tujuh karunia Roh Kudus. Uskup berdoa begini: “Berikanlah kepada mereka Roh hikmat dan pengertian, Roh penilaian yang benar dan keberanian, Roh pengetahuan dan rasa hormat. Penuhilah mereka dengan Roh keajaiban dan kekaguman di hadirat-Mu.” Dalam perumpamaan ini, dua orang pertama berdagang dan melipatgandakan talenta mereka. Ketika kita terbuka pada karya Roh Kudus dalam hidup kita, kita dapat menghasilkan dua belas buah Roh Kudus: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kebajikan, kebaikan hati, kemurahan hati, kelemahlembutan, kesetiaan, kesederhanaan, penguasaan diri, dan kemurnian. (Katekismus §§1830-1832).
Dua orang pertama dalam perumpamaan ini melipatgandakan talenta mereka. Orang ketiga mengubur talenta yang dimilikinya sehingga talenta itu diambil darinya. Demikianlah halnya dengan kebajikan. Kita bertumbuh dalam kebajikan atau kejahatan. Kita tidak bisa diam di tempat. Hal ini seperti sebuah timbangan atau neraca. Semakin banyak kebajikan yang kita miliki, semakin sedikit keburukan yang kita miliki, dan semakin banyak keburukan yang kita miliki, semakin sedikit kebajikan yang kita miliki. Demikian juga kita dapat membiarkan karunia-karunia Roh Kudus “tidur” atau kita dapat bekerja sama dan mengizinkan Roh Kudus untuk menghasilkan buah-buah dalam hidup kita. Tentunya perumpamaan ini mengajarkan kita bahwa keselamatan bukan hanya soal sekali Anda mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat Anda, maka semuanya akan baik-baik saja sejak saat itu. Tentunya perumpamaan ini mengajarkan kepada kita bahwa pertumbuhan rohani terus berlangsung sepanjang hidup kita. Ini bukan masalah sekali selamat, pasti selamanya selamat, tetapi bertumbuh dalam kebajikan dan buah-buah roh selama sisa hidup kita. Marilah kita melipatgandakan talenta, meningkatkan kebajikan kehati-hatian, keadilan, ketabahan dan kesederhanaan kita. Marilah kita mengizinkan kebajikan iman, pengharapan dan kasih semakin membuka diri kita kepada Allah dan aktivitas-Nya dalam hidup kita dan marilah kita mengizinkan karunia-karunia Roh Kudus menghasilkan buah-buah di dalam hidup kita sehingga kita layak untuk mendengar, “Marilah, turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mat. 25:21,23)
Tuhan, kiranya aku menghargai karunia dan talenta yang telah Engkau berikan kepadaku. Semoga dapat dapat menggunakannya dengan bijaksana untuk membangun Kerajaan-Mu.