Sabda Hidup
Selasa, 10 Agustus 2021, Pesta St. Laurensius
Pohon pisang, saat ia berbuah, ia memasuki jalan kematian. Ketika buahnya menjadi semakin besar, daunnya mulai mengering, dan ketika buahnya tua dan masak, maka pohon pisang itu harus dipotong. Tetapi kematiannya bukan tak berguna, karena akan tumbuh lagi anakannya. Analogy tentang hidup dan kematian juga disampaikan oleh Yesus hari ini, pada pesta St. Laurensius. “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah,” (Yoh 12: 24). Dengan mati bagi diri sendiri, khususnya mati dalam kecenderungan kita untuk individualistik dan berpusat pada diri sendiri, hidup baru bertumbuh. Dengan matilah hidup menghasilkan buah. Mati untuk memberi hidup, dicontohkan oleh St. Laurensius yang kita rayakan hari ini.
St, Laurensius, adalah satu dari tujuh diakon Gereja abad ke 3 di Roma dan menjadi martir di bawah Kaisar Valerianus pada tanggal 10 Agustus, 258, empat hari setelah kemartiran Paus Sixtus II dan beberapa lainnya. Sedikit yang diketahui tentang kehidupan Laurensius kecuali bahwa dia terkenal karena kemurahan hatinya dan sangat populer di kalangan orang Kristen di Roma. Sebuah basilika dibangun di atas makamnya di dekat Via Tiburtina lima puluh tahun setelah kematiannya, oleh Kaisar Konstantinus, dan kemartirannya dirayakan di Roma dengan sangat khidmat. Laurensius lahir di Huesca, di provinsi Romawi Hispania Tarraconensis. Saat masih di Spanyol ia bertemu dengan seorang asal Yunani, salah satu guru paling terhormat di Caesar-Augusta (Zaragoza), yang kemudian menjadi Paus Sixtus II. Akhirnya, keduanya meninggalkan Spanyol ke Roma. Ketika Sixtus menjadi Paus pada tahun 257, dia menugaskan St Laurensius sebagai diakon, dan meskipun Laurensius masih muda dia ditunjuk terlebih dahulu di antara tujuh diakon dengan tanggungjawab yang besar, mencakup perawatan perbendaharaan dan kekayaan gereja dan distribusi sedekah di antara orang miskin.
Rupanya penguasa Romawi telah memutuskan bahwa orang Kristen harus dieksekusi dan barang-barang mereka disita oleh Kekaisaran. Pada awal Agustus 258, Kaisar Valerianus mengeluarkan sebuah dekrit bahwa semua uskup, imam, dan diakon harus segera dihukum mati. Paus Sixtus II ditangkap pada tanggal 6 Agustus 258, di makam St Callistus saat sedang merayakan liturgi dan segera dieksekusi.
Setelah kematian Paus Sixtus II, prefek Roma menuntut agar Laurensius menyerahkan kekayaan Gereja. Santo Ambrosius menceritakan bagaimana Laurensius meminta tiga hari untuk mengumpulkan harta kekayaan gereja itu. Dia bekerja dengan cepat untuk mendistribusikan sebanyak mungkin harta benda Gereja kepada orang miskin semaksimal mungkin, agar tidak diambil alih oleh prefek. Pada hari ketiga, di depan sebuah delegasi kecil, dia menyerahkan diri ke prefek, dan ketika diperintahkan untuk menyerahkan harta kekayaan Gereja dia serahkan semua orang miskin dan menderita, dan mengatakan bahwa inilah harta kekayaan sejati Gereja. Ia menjadi pelindung bagi orang yang memberi dengan ceria.
Bagi kita, mungkin tidak perlu kita mengikuti secara harafiah apa yang dilakukan St. Laurensius, mati sebagai martir. Masing-masing dari kita memiliki kemampuan untuk berbuat baik dan saling menunjukkan kebaikan satu sama lain. Kebaikan kita mungkin amat kecil, tapi setidaknya kita telah berkontribusi untuk membuat dunia kita menjadi tempat yang lebih baik. Mari kita teladani St. Laurentius dalam mengutamakan hak orang-orang miskin.
“Mengutamakan hak orang miskin berakar pada keutamaan iman, harap dan cinta.”
Paus Fransiksus
Bacaan hari ini: 2Kor. 9:6-10; Mzm. 112:1-2,5-6,7-8,9; Yoh. 12:24-26