Sabda Hidup
Minggu, 2 Agustus 2020, Minggu Biasa ke XVIII Tahun A
Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.” Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” “Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.” Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.” Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh.”
(Mat 14: 15 – 20)
Seperti biasanya setiap malam, Obet bersama ayahnya berdoa sebelum tidur. Malam itu ayahnya berkata demikian: “Marilah kitorang berdoa untuk kitorang punya tetangga, Pace Tinus, yang miskin, semoga Tuhan yang maha baik membantunya.” Tetapi Obet menjawab: “Bapa, kitorang bisa lakukan sendiri to? Tidak perlu kita repotkan Tuhan.”
Ayah Obet ingin menunjukkan perhatiannya bagi tetangganya yang berkekurangan. Tetapi Obet mengingatkannya, doa dan harapan yang baik saja tidak cukup. Kadang-kadang ketika kita berdoa, Tuhan menjawab: “Tetapi, kamu dapat melakukannya sendiri.” Itu yang terjadi pada Injil hari ini. Para murid begitu prihatin dengan orang banyak yang lapar sehingga mereka memohon kepada Yesus menyuruh mereka pergi membeli makanan di desa-desa. Tetapi Yesus menjawab mereka: “Hey, kamu harus memberi mereka makan. Kamu sendiri dapat melakukannya.” Barulah kemudian mereka ingat ada anak kecil dengan lima roti dan doa ikan. Yesus mengambil lima roti dan dua ikan itu, mengucap berkat, memecah-mecahkannya, memberikannya kepada para murid untuk membagi-bagikannya. Dan orang banyak itu makan sampai kenyang. Demikianlah terjadi mujizat Yesus memberi makan lima ribu orang.
Mengapa para murid tidak berpikir sebelumnya untuk berbagi dengan orang banyak? Apakah mereka tidak peduli? Memang, mereka peduli dan mereka merngharapkan yang baik bagi orang banyak. Mungkin mereka hanya bersikap realistis dan praktis. Yang ada hanya lima roti dan dua ikan, tidak ada artinya bagi lima ribu orang (laki-laki) yang lapar, belum pagi para perempuan dan anak-anak. Hal ini terlihat lebih jelas dalam Injil Yohanes di mana salah satu murid, Andreas, berkata kepada Yesus: “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” (Yohanes 6: 9) Iman yang dituntut oleh Yesus dari para pengikutnya sering kali melampaui logika dan realisme manusiawi.
Kisah Yesus memberi makan lima ribu orang, seperti kebanyakan kisah dalam Injil, berbicara banyak tentang kita, kita sering kali menjadi seperti para murid. Seperti mereka, kita punya perhatian dan keprihatinan kepada sesama, tetapi seringkali terbatas pada doa dan harapan baik. Seperti para murid kita menginginkan dan mengharapkan yang baik terhadap sesama, tetapi tidak memiliki niat untuk bertindak untuk membantu. Seperti para murid, yang menghalangi kita untuk bertindak sering kali adalah pertimbangan-pertimbangan realistis dan praktis, merasa bahwa yang sedikit kita miliki, tidak akan banyak membantu atau merubah keadaan.
Tetapi dari kisah Injil hari ini, kita melihat bahwa ketika kita mengejawantahkan perhatian dan keprihatinan kita dalam tindakan, yang sedikit yang ada pada kita, dilipatgandakan oleh berkat Tuhan sedemikian rupa, menjadi lebih dari cukup. Yang dibutuhkan dari kita untuk memberi makan lima ribu lebih orang adalah “lima roti dan dua ikan” kita. Mengapa Yesus tidak menurunkan roti dari langit saja untuk memberi makan orang banyak itu? Sebab Tuhan membutuhkan “lima roti dan dua ikan” yang ada pada kita.
Apakah lima roti dan dua ikan kita?
Sebagai pribadi, komunitas dan dunia, kita mengalami pelbagai macam kelaparan – lapar akan makanan, lapar akan kasih, akan damai. Tuhan dapat mencukupi segala kelaparan itu. Tetapi Tuhan menunggu iman kita, untuk berbagi “lima roti dan dua ikan” yang ada pada kita, yang memungkinkan mujizat itu terjadi.
Biarlah mujizat Tuhan terjadi, melalui saya dan anda.
Bacaan Misa hari ini: Yes. 55:1-3; Mzm. 145:8-9,15-16,17-18; Rm. 8:35,37-39; Mat. 14:13-21.