Sabda Hidup
Minggu, 29 Agustus 2021, Minggu Biasa XXII Tahun B
“Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”
(Mrk 7: 6 – 8).
Suatu kali Bapak Uskup mengadakan kunjungan pastoral ke salah satu paroki. Ia begitu terkesan melihat fotonya yang terbingkai sangat bagus tergantung di dinding pastoran. Bukan cuma itu, fotonya nampak bersih sedang foto-foto dan gambar, bahkan gambar Tuhan Yesus yang juga tergantung di dinding pastoran itu penuh dengan sarang laba-laba. Tiada henti dia memuji-muji pastor paroki, sampai akhirnya pastor paroki merasa risih dan berbisik, “Bapak Uskup, sebenarnya karena saya dengar Bapak Uskup mau datang berkunjunga, maka satu jam sebelum Bapak Uskup datang, saya pasang foto Bapak Uskup satu jam yang lalu.” Hehehe….
Dalam Injil hari ini (Mrk 7: 1 – 8, 14 – 15, 21 – 23) Yesus melancarkan kritiknya kepada para Farisi dan ahli Taurat yang “mengabaikan perintah Allah tetapi berpegang pada adat-istiadat manusia.” Bagi Yesus amatlah penting bahwa praktek-praktek kesalehan itu datang dari hati, bukan hanya tindakan luaran saja. “Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya,” kata Yesus.
“Lain di bibir lain di hati,” kata Broery, karena lidah tak bertulang. Setiap kali kita bicara kepada orang lain, kita harus bicara dari hati. Terlebih lagi saat kita bicara dengan Tuhan, kita harus bicara dari hati karena doa merupakan saat “dari hati ke hati” dengan Tuhan. Demikian juga ibadah yang kita lakukan, harus datang dari hati. Sebenarnya tidak ada gunanya munafik di hadapan Allah, sebab Ia tahu isi hati kita.
Sahabat-sahabat, kemunafikan itu dapat dipelajari. Dan banyak yang cepat belajar, sampai-sampai sangat mahir dalam hal itu sehingga menjadi kebiasaan yang tak disadari lagi. Bagi mereka ini, pendapat orang lain tak penting lagi. Sebab bagi mereka “the show must go on…”
Ada begitu banyak barang palsu saat ini. Bahkan yang palsu (KW) pun ada tingkatan-tingkatannya. Kadang-kadang amat sulit membedakan antara yang original dengan yang KW. Walau demikian, kesejatian seorang pribadi tak dapat disembunyikan. Kita semua memiliki “indra keenam” untuk merasakan mana yang asli, dan mana yang palsu.
Semoga, apapun yang kita buat, baik bagi Tuhan maupun bagi sesama, datang dari hati yang baik dan tulus. Ada keselarasan antara tata batin dan tata lahir. Menurut St. Yakobus dalam suratnya keselarasan itu terjadi saat ibadah diejawantahkan dalam tindakan nyata. “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia,” (Yak 1: 27).
Semoga dari ke hari, kita semakin menghidupi kesejatian diri kita sebagai murid-murid Kristus…. Jangan lain di bibir, lain di hati, lain lagi dalam tindakan…..
Bacaan hari ini: Ul. 4:1-2,6-8; Mzm. 15:2-3a,3cd-4ab,5; Yak. 1:17-18,21b-22,27; Mrk. 7:1-8,14-15,21-23.