Sabda Hidup
Sabtu, 25 Desember 2021, Hari Raya Natal
Bacaan: Yes. 52:7-10; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4,5-6; Ibr. 1:1-6; Yoh. 1:1-18
Kisah Natal telah berulang kali diceriterakan dan telah berulang kali juga kita dengar.
Maria melahirkan dalam gelapnya malam yang dingin; bayi yang baru lahir, rentan, ringkih; lahir di kandang (entah kandang atau gua), karena tak seorangpun memberi ibu dan bapanya tempat untuk menginap.
Semua terjadi dalam suatu kontras bukan? Ada kegelapan malam, tetapi cahaya terang kasih Allah ada pada bayi itu. Bayi itu lahir di malam dingin, tetapi ia membawa api kasih Allah ke bumi ini dan betapa Ia mengharapkan api itu menyala. Bayi itu begitu kecil, ringkih; tetapi Dialah Sang Sabda, yang dari semula adalah Allah dan ada bersama Allah (Yoh 1: 1).
Binatang-binatang hina dan para gembala miskin yang mengelilingi bayi itu, namun para malaikat Allah bernyanyi memaklumkan kelahiran-Nya. Bayi itu miskin dan berasal dari keluarga orang miskin, namun segala kuasa Allah adalah milik-Nya. Kandang hewan itu hina, tetapi Raja segala rajalah yang lahir di dalamnya.
Mengapa kisah kelahiran-Nya terjadi seperti itu? Mengapa Sang Juruselamat datang sebagai bayi yang lemah? Mengapa tidak datang langsung sebagai orang dewasa saja? Mengapa Sang Sabda yang menjelma itu hadir sebagai seorang yang miskin dan ringkih? Mengapa tidak menjelma sebagai Kaisar Roma? Mengapa lahir di musim dingin, pada waktu malam?
Mengapa Sang Juruselamat lahir bukan di musim yang lebih hangat, di bulan Mei misalnya?
Jawabannya ada dalam diri kita. Kita sendiri sering berada dalam kontras, paradoks. Kita adalah anak-anak terang, tetapi lebih suka kegelapan dan dingin (Yoh 1: 5). Kita sering hidup dalam kegelapan. Hati kita dingin. Walau demikian ada kerinduan dalam diri kita masing-masing yang tidak tinggal diam. Kita menginginkan terang dan kehangatan – dalam diri sesama, dalam diri kita, dalam Allah. Kita merindukan kasih, walau sering kali juga kita menyangkalnya.
Kita mencari dan membungkus diri dan tinggal dalam hati yang dingin. Kita khawatir kalau-kalau realitas kehidupan kita hanya malam gelap yang dingin.
Tetapi, siapa yang merasa terancam dengan kelahiran bayi kecil di kandang hewan itu? Hati dingin siapa yang melawan bayi ringkih itu? Dalam gelapnya malam dan dinginnya hati, bayi itu lahir. Terang itu bercahaya dalam kegelapan. Mari, biarkan terang itu menembus relung-relung terdalam hati kita dan melalui diri kita memancar ke sekitar kita, kepada sesama. Biarkan kehangatan kasih Allah membungkus diri kita dan melaui diri kita kehangatan itu merambat ke sekitar kita.
“It is Christmas every time you let God love others through you…yes, it is Christmas every time you smile at your brother and offer him your hand.” – Ibu Teresa dari Calcutta.