Sabda Hidup
Rabu, 3 Agustus 2022, Rabu Pekan Biasa XVIII
Bacaan: Yer. 31:1-7; MT Yer. 31:10,11-12ab,13; Mat. 15:21-28.
Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak.” Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: “Tuhan, tolonglah aku.” Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Kata perempuan itu: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.
(Mat 15: 22 – 28)
Injil hari ini mengisahkan seorang perempuan Kanaan yang memohon kepada Yesus untuk menyembuhkan anaknya yang kerasukan setan. Nampak suatu ironi bahwa justru perempuan Kanaan inilah yang berseru menyebut Yesus “Tuhan” dan “Anak Daud” sedangkan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak. Bahkan dengan seruannya itu sudah nampak imannya kepada Yesus Sang Juruselamat. Justru perempuan seperti itulah yang menyatakan imannya kepada Yesus sedangkan para pemimpin Yahudi menolak-Nya. Pada awalnya nampak bahwa Yesus seakan-akan tidak menaruh perhatian kepadanya. Tiga kali Yesus menolak permohonannya. Pertama, dengan tidak menjawabnya. Kedua, dengan bersikukuh bahwa Ia diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Ketiga, dengan sedikit “kasar” menyamakan dia dengan “anjing”. Tetapi perempuan Kanaan itu teguh dengan permohonannya. Maka, kegigihannya memohon dan keteguhan imannya memenangkan hati Yesus untuk mengabulkan permohonannya.
Saya yakin bahwa Yesus tidak menolaknya. Apa yang dilakukan-Nya adalah menguji iman perempuan itu. Mungkin kita bertanya-tanya, apa artinya ungkapan Yesus “mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing”? Orang-orang Yahudi sering dengan arogannya menyebut bangsa-bangsa lain sebagai “anjing yang najis”. Yang dimaksudkan adalah bahwa bangsa-bangsa non Yahudi dipinggirkan dari janji dan perkenanan Allah bagi umat-Nya Israel. Sedangkan bagi orang-orang berbahasa Yunani, “anjing” menjadi simbol aib dan digunakan untuk menggambarkan perempuan yang lancang dan tak tahu malu. Matius 7: 6 mencatat ungkapan, “janganlah kamu memberikan barang yang suci kepada anjing.” Saya yakin, Yesus tak bermaksud untuk menghina perempuan itu. Karenanya perempuan itu menjawabnya dengan iman: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”
Apa warta Injil hari ini bagi kita? Pertama, sebagai murid-murid Kristus, kita hendaknya selalu siap sedia dan peka dengan kebutuhan sesama yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti Yesus. Seorang kristiani sejati adalah seorang yang peka, mata terbuka dan berbelas kasih. Ia senantiasa tergerak, bertindak dengan kasih, mengulurkan tangan pada setiap situasi yang menuntut bantuaannya.
Kedua, hendaknya kita menyadari bahwa kasih Allah itu untuk semua. Allah menghendaki keselamatan semua orang. Menjadi tugas kitalah, menjadi tanda sarana kasih Allah di manapun kita berada. Kita dipanggil menjadi sakramen kehadiran Allah.
Ketiga, kita dapat belajar dari perempuan Kanaan itu dalam berdoa. Permohonan perempuan Kanaan itu dikabulkan karena kegigihannya dan keteguhannya dalam iman. Iman adalah kunci bagi Hati Yesus.
Keempat, beriman itu rendah hati. Perempuan Kanaan itu tidak keberatan disamakan dengan seekor anjing tetapi keyakinannya mendorongnya untuk tetap memohon. Rendah hati berarti terbuka terhadap rencana Allah, kehendak-Nya. Artinya, kita hanya menginginkan sesuatu terjadi jika Allah menginginkannya. Jika tidak, saya juga tidak menginginkannya.
Dalam salah satu katekesenya Paus Fransiskus pernah berkata: “Kita semua berdoa dan memohon agar misteri belas kasih menemukan pemenuhannya. Bukan hanya orang Kristen yang berdoa, karena setiap orang memiliki keinginan untuk keselamatan: manusia adalah pengemis di hadapan Tuhan”.