Sabda Hidup
Selasa, 28 September 2021, Selasa Pekan Biasa XXVI
Bacaan: Za. 8:20-23; Mzm. 87:1-3,4-5,6-7; Luk. 9:51-56.
“Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya.Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain.”
(Luk 9: 51 – 56)
Yesus mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem. Yerusalem adalah tujuan akhir di mana Yesus pada saat Paska, harus wafat dan bangkit lagi untuk memenuhi misi keselamatan. Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus melintasi kawasan Samaria. Karena Ia hendak menuju ke Yerusalem, orang-orang Samaria menolak Dia.
Dalam peristiwa ini kepada kita diperkenalkan Yakobus dan Yohanes yang percaya belum mengerti bagaimana Yesus akan menyelesaikan misi-Nya. Mereka berpikir bahwa mereka harus mempersiapkan itu dengan kekerasan.. Mereka menginginkan agar api turun dari langit, memusnahkan mereka yang tidak menerima Dia.
Akan tetapi Yesus menegur mereka dengan keras. Kekuasaan dunia menunjukkan kuasa dan kemuliaannya dengan menekan, menindas, atau menyerang. Tetapi Allah, sumber segala kuasa akan menyatakan kemuliaan dan kuasa-Nya kepada dunia melalui penderitaan dan kematian.
Jalan Kristus tidak pernah menjadi jalan balas dendam. Jalan-Nya adalah menunjukkan kekuatan dalam kelemahlembutan-Nya. Yesus akan menunjukkan saat terkuat dalam hidup-Nya kemudian, dalam penderitaan-Nya, dalam kerendahan hati dan kelembutan. Kerendahan hati dan kelemahlembutan bukan milik orang-orang lemah. Hanya yang kuat dapat menjadi rendah hati.
Ia pernah bersabda: “Belajarlah dari pada-Ku, sebab Aku lemah lembut dan rendah hati,” (Mat 11: 29). Irihati, kebencian dan kemarahan dapat membakar relasi kita dalam keluarga, komunitas, Gereja dan dengan siapa saja. Injil mengundang kita untuk pengampunan, belas-kasih dan kesediaan untuk mengalah ketika kita berhadapan dengan kebencian dan perseteruan. Pentinglah kita ingat bahwa kelemahlembutan kita bukan kelemahan, tetapi merupakan tanda kematangan dan kekuatan rohani. Semoga semakin hari kita semakin lemah lembut dan rendah hati seperti Dia.